Minggu, 14 Oktober 2012

Epistemologi Politik Islam


Oleh :  SAKINAH


BAB I
PENDAHULUAN
Politik yang adil bagi setiap umat dimaksudkan sebagai pengaturan urusan negara dalam menerapkan sistem dan peraturan yang menjamin keamanan bagi individu dan golongan serta untuk merealisasikan kemaslahatan Islam. Dasar-dasar Islam dijadikan acuan sistem keadilan untuk merealisasikan kemaslahatan manusia disetiap zaman dan tempat. Hal itu merupakan bukti dari Al-Quran dan Al-Hadis, yang menjadi dasar dan sumber utama Islam, meskipun Al-Quran tidak menjelaskan sistem tersebut secara rinci, tetapi menetapkan dasar-dasar dan kaidah-kaidah kulliyah tentang sistem pengaturan urusan umat dalam tatanegara Islam atau pemerintahan.
Politik Islam adalah aktifitas politik yang didasari oleh nilai/prinsip Islam, baik dari titik tolak (starting point),program, agenda, tujuan, sarana dan lainnya harus sesuai dengan petunjuk Islam. Oleh karenanya, di lapangan, politik Islam harus tampil beda dengan politik non Islam. Jika politik konvensional bisa menggunakan cara apa saja untuk mencapai tujuannya, maka politik Islam tidak boleh demikian. Ada variabel lain yang harus diperhatikan, seperti etika Islam, ketentuan hukum Islam dan lain sebagainya.
Sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT yang bersifat syamil ‘menyeluruh’, kamil ‘sempurna’, dan mutakamil ‘menyempurnakan’, tidak ada satupun sisi kehidupan manusia yang tidak diatur dalam Islam, termasuk di dalamnya masalah politik.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian
Pengertian secara umum dari politik diartikan sebagai urusan yang ada hubungan lembaga yang disebut negara. Pemerintahan dapat diartikan sebagai politik. Inilah pengertian politik yang paling umum dan kentara. Sehingga belajar tentang ilmu politik berarti belajar mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang masih tetap bertahan.
Politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos,  artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis yang bermakna kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu maka artinya (1) pengetahuan tentang kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dan dasar-dasar pemerintahan); (2) segala urusan dan tindakan ( kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain; dan(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah). Jadi dapat dikatakan bahwa hakikat politik itu adalah perilaku manusia baik berupa aktivitas ataupun sikap, yang bertujuan mempengaruhi atau mempertahankan tatanan suatu masyarakat dengan mempergunakan kekuasaan (Abd. Muin Salim, 1994: 37).
Adapun definisi politik dari sudut pandang Islam adalah pengaturan urusan-urusan (kepentingan) umat baik dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan hukum-hukum Islam.  Di dalam Islam, kekuasaan politik kait mengait dengan al-hukm. Perkataan al-hukm dan kata-kata yang terbentuk dari kata tersebut digunakan 210 kali dalam Al-Quran. Dalam bahasa Indonesia, perkataan al-hukm yang dialih bahasakan menjadi hukum intinya adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan (vonis) pengadilan.
  1. Politik dalam Pandangan Barat
Dalam bidang filsafat politik, pemikiran politik Barat sangat dipengaruhi oleh para filsuf Yunani dan Romawi Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Dalam ranah politik ini, pokok-pokok pemikiran Barat terformulasikan ke dalam prinsip-prinsip pemisahan politik dengan etika, agama dengan hukum, pembedaan kedudukan antara masyarakat dengan negara, kedaulatan politik dan personalitas negara dalam pembuatan hukum.
Oleh karena itu bagi orang Yunani klasik terutama Aristoteles, negara tidak hanya dipahami sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang keberadaannya dapat diterima atau ditolak tergantung pada kebutuhan-kebutuhan tertentu pada sebuah masyarakat tertentu, tetapi negara juga tidak terlepas dari sudut pandang yang lebih luas, yakni melibatkan segi-segi ethos dan psikologi manusia. Asumsi yang dianggap sebagai dasar (basis) pemikiran politik pemikiran politik Yunani itu merupakan bukti yang ditemukan dalam berbagai tulisan Plato dan Aristoteles.
Plato misalkan memberikan teori politiknya dengan menunjukkan bahwa keadilan yang sebenarnya hanya dapat terwujud dalam konteks negara Republik, konsep yang ditawarkannya tentang negara. Negara itulah yang memadukan filsafat dan kekuatan politik. Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa pemenuhan berbagai kebutuhan biologis, sosial dan etika manusia hanya dapat terwujud jika ia tergabung dalam aneka asosiasi (perhimpunan), yang bermula dari keluarga dan berakhir pada negara. Karena segala sesuatu ditentukan oleh tujuan akhirnya, teleologi. Keanggotaan dalam sebuah masyarakat sipil sebagai prasyarat bagi aktualisasi segenap kemampuan manusia seutuhnya. Oleh karena itu, manusia yang berada di luar asosiasi politik akan gagal menunjukkan sifat-sifat dan potensi-potensi manusiawinya, atau bahkan ia akan berperilaku melebihi binatang buas atau dewa (Tuhan).
Para ilmuwan barat yang lain memandang bahwa ketika  kita berbicara politik, berarti kita berbicara tentang kekuasaan. Harold Laswell dalam Who Gets What, When and How” mengatakan bahwa politik adalah masalah siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana mendapatkannya.
  1. Islam dan Politik
  1. Sejarah Pemikiran Politik Islam
Pemikiran politik Islam pada umumnya merupakan produk “perdebatan besar” yang terfokus pada masalah religi politik tetang Imamah dan Kekhalifahan. Pemikiran dan permasalahan politik ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw. masih hidup.
Dalam teori maupun praktik, Nabi saw. menempati suatu posisi yang unik sebagai pemimpin dan sumber spiritual undang-undang Ketuhanan, namun sekaligus juga pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka kerja Konstitusional pemerintahan ini terungkap dalam sebuah dokumen terkenal yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”.
Dalam dokumen tersebut terdapat langkah pertama dan amat penting bagi terwujudnya sebuah badan pemerintahan Islam atau Ummah. Piagam tersebut juga memuat beberapa konsep penting diantaranya yakni mengenai konsep suku tentang pertalian darah digantikan dengan ikatan iman yang bersifat ideologis. Menyuguhkan landasan bagi prinsip saling menghormati dan menghargai antara orang-orang Islam dan “orang-orang yang mengikuti, bergabung dengan dan, berjuang bersama mereka”. Mereka, yang dimaksud dalam pembukaan piagam itu adalah masyarakat Yahudi Madinah.
Menurut konstitusi itu pula, orang-orang Islam dan semua warga yang tinggal di Madinah tergabung dalam suatu masyarakat (pasal 1) yang secara fisik dan politis berbeda dengan kelompok-kelompok lain (pasal 1 dan 39). Tidak ada pengertian lain mengenai siapa yang harus mencegah tampuk pimpinan dalam konfederasi semacan itu. Pada pasal 23, 36, dan 42 secara tegas menyebutkan Allah dan Nabi Muhammad saw. sebagai hakim terakhir serta sumber segenap kekuasaan dan kekuatan (wewenang).
Sejak hijrah ke Madinah tahun 622 M sampai wafatnya beliau pada 6 Juni 632 M, Nabi Muhammad saw. berperan sebagai pemimpin yang tidak dapat dibantah (unquestionable leader) bagi negara Islam yang baru lahir tersebut. Sebagai Nabi, beliau meletakkan prinsip-prinsip agama Islam, memimpin shalat serta menyampaikan berbagai khutbah. Sebagai negarawan, beliau mengutus duta ke luar negeri, membentuk angkatan perang dan membagikan rampasan perang.
Semasa kehidupannya Nabi saw. tidak pernah menyampaikan wasiat siapa yang berhak menggantikan beliau sebagai pemimpin negara Islam. Inilah yang menjadi pemicu lahirnya perdebatan sengit dan berkepanjangan mengenai syarat-syarat Imam atau pemimpin umat Islam.
Setelah masa kenabian Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat Islam kala itu, tampuk kepemimpinan berikutnya dipegang oleh para sahabat Nabi saw. yang lebih dikenal sebagai era “Khulafaur- Rasyidin”, yang terdiri dari para sahabat dekat Rasulullah : Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Masa-masa itu merupakan cermin kejayaan Islam yang diraih dengan berbagai perangkat dan tetap selalu berada di bawah prinsip konsultasi dan akomodasi.
Masalah perebutan kekuasaan telah mulai tampak tajam sejak masa pemerintahan khalifah ke-3, Utsman r.a, hingga puncaknya pada masa pemerintahan khalifah ke-4, Ali r.a yang di tandai dengan meletusnya perang Shiffin (657 M) antara Ali dan Muawiyah. Pada periode inipun tidak terelakkan lagi dari kekerasan dan oerang sipil yang berakhir dengan terbunuhnya Ali r.a, yang kemudian memunculkan dinasti Umayyah yang memerintah sejak tahun 661- 749 M. Selama masa-masa pergolakan inilah kita menemukan kelahiran berbagai ragam faksi politik yang membentuk spektrum pemikiran politik Islam.
  1. Politik dalam Pandangan Islam
Secara terminologis, politik atau siyasah dalam bahasa Arab, merupakan bentuk masdar dari akar kata sasa –yasusu—siyasatan. Jika dikaitkan dengan masyarakat makna siyasah  dapat diartikan sebagai pemeliharaan (riayah), perbaikan (ishlah), pemberian petunjuk (taqwim) dan pendidikan (ta’dib).
Berbagai makna dari siyasah ini dikemukakan oleh para ulama Islam, diantaranya ialah yang dikemukakan oleh Yusuf Al-Qardhawi dalam Fiqh Ad-Daulah, yang mendefinisikan siyasah syar’iyah sebagai berikut:
“Fiqh Islam yang mencakup hubungan individu dengan daulah (negara dan pemerintahan), atau hubungan pemimpin dengan rakyat, hubungan hakim dengan terdakwa, hubungan kekuasaan dengan masyarakat yang dalam terminologi modern disebut sistem ketatanegaraan, sistem keuangan, sistem pemerintahan dan sistem hubungan internasional.”
Pendapat Ibnu Aqil seperti yang dikutip Ibnu Qayyim Al- Jauziyah mendefinisikan siyasah syar’iyah sebagai: “segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemashlahatan dan lebih jauh dari kerusakan, sekalipun Rasul tidak menetapkan dan Allah tidak mewahyukan. Siyasah yang merupakan hasil pemikiran manusia tersebut harus berlandaskan kepada etika agama dan memperhatikan prinsip-prinsip umum syari’at.”
Islam dan politik  pada dasarnya dalam wacana pemikiran kontemporer setidaknya terdapat tiga poros pemikiran yaitu:  Pertama, menyatakan bahwa Islam tidak mengatur persoalan politik. Kedua, Islam mengatur masalah politik sampai kepada hal spesifik. Ketiga, menyatakan bahwa Islam mempunyai perangkat-perangkat dan nilai yang mengatur persoalan politik. Namun, secara umum dapat dinyatakan Islam memberikan rambu-rambu terhadap persoalan politik yang telah dipraktekkan Rasulullah dan zaman keemasan Islam. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Islam mengatur terhadap persoalan politik baik itu bagi mereka yang berpandangan pengaturannya secara eksplisit maupun yang implisit.  Hakikat Politik Islam
Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Islam, menurut Dr. Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Sistem Politik Islam
  1. Asas- asas Sistem Politik Islam
    1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70).
Hakimiyyah Ilahiyyah memberi arti bahwa teras utama sistem politik Islam adalah tauhid kepada Allah dari segi Rububiyah dan Uluhiyah.
  1. 2.      Risalah
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah saw. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-perintah Rasulullah saw dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah saw untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)
  1. Khilafah
Khilafah berarti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh karena itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau  wakil Allah yang menjadi Pemilik yang benar.
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ciri- ciri Sistem Politik Islam
  1. Kekuasaan dipegang penuh oleh umat.
Umat atau rakyat yang menentukan pilihan terhadap jalannya kekuasaan, dan persetujuannya merupakan syarat bagi kelangsungan orang-orang yang menjadi pilihannya. Salah seorang ulama Ushul Fiqh Dr. Muhammad Yusuf Musa mengatakan: “Sesugguhnya sumber otoritas adalah umat dan bukan pemimipin ( penguasa ) , karena pemimipin hanya sebagai wakilnya dalam menangani masalah – masalah agama dan mengatur urusannya sesuai dengan syariat Allah Swt. Dengan demikian, seorang pemimpin mendapatkan kekuasaan dari umat, dan umat dapat menasehati, memberikan pengarahan, dan mengkritik bila hal itu dibutuhkan. Bahkan dia berhak mencabut kekuasaan yang diberikan kepadanya apabila dia mendapatkan alasan pencabutannya. Jadi, logikannya yang menjadi sumber otoritas adalah orang yang mewakilkan dan bukan orang yang mewakilinya.”
  1. Masyarakat ikut berperan dan bertanggung jawab
Penegakan agama, pemakmuran dunia, serta pemeliharaan atas semua kemashlahatan umum merupakan tanggung jawab umat dan bukan hanya tanggung jawab penguasa saja.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah  (ketika) menjadi saksi dengan adil.” (QS. Al-Maidah: 8)
  1. 3.      Kebebasan adalah hak bagi semua orang
Diantara pengekspresian kebebasan yang terpenting adalah kebebasan memilih dan berpendapat, seperti halnya dalam Islam tidak ada paksaan dalam keyakinan manusia. Akan tetapi setiap pilihan itu pasti memiliki konsekuensi dan resiko tersendiri.
Dengan demikian, kebebasan politik merupakan istilah modern, tidak lain kecuali hanya cabang dari pokok kebebasan universal yang diberikan islam, yaitu kebebasan manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, yang telah ditetapkan dengan nash – nash baik dalam Al – Qur’an maupun dalam Hadist. Sebagai dalil yang memperkuat hal tersebut, kita dapat sebutkan sebuah Hadist Rasulullah Saw . Yang disampaiakan kepada para sahabatnya, “ Janganlah sekali – kali salah seorang diantara kalian tidak berpendirian, ia mengatakan aku bersama – sama dengan banyak orang, apabila mereka baik , maka aku baik Dan apabila mereka jelek, maka akupun jelek.“

  1. 4.      Persamaan diantara semua manusia
Sesungguhnya nenek moyang kita adalah satu. Kesemuanya diciptakan min nafsin wahidah ( dari diri yang satu ) ( Qs. An- Nisa’ : 1 ). Dan semuanya mendapat perlindungan dan penghormatan  yang telah ditetapkan dalam Al – Qur’an tanpa melihat kepada agama atau ras. Rasulullah Saw . sendiri pada khutbah Wada’ telah mengisyaratkan kepada makna kesatuan asal manusia. Beliau bersabda,” Ketahuilah, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan ketahuilah bahwa Bapak kalian juga satu .”
  1. Kelompok yang berbeda juga memiliki legalitas
Sejak diputuskannya kesatuan dasar kemanusiaan dan ditetapkannya kehormatan bagi setiap orang didalm Al – Qur’an, setiap orang lain ( yang berbeda paham ) berhak mendapatkan perlindungan dan legalitas sebagai manusia, ketika Nabi Muhammad Saw berdiri sebagai penghormatan atas seorang mayat yang diusung dihadapan beliau, dikatakan kepada beliau bahwa mayat yang diusung dihadapn beliau adalah orang Yahudi, maka beliau menjawab, “ Bukankah ia manusia ?” Demikian halnya ketika Ali bin Abi Thalib r.a mengirim surat kepada gubernurnya di Mesir, Malik Al Asytar, beliau menulis dalam surattersebut :” Tanamkanlah dalam hatimu kasih sayang, cinta, dan kelembutan kepada rakyatmu ……. Sesungguhnya mereka ada dua golongan, baik meeka sebagai saudara dalam agama, atau mitramu sesama makhluk.
  1. Kedzaliman mutlak tidak diperbolehkan dan usaha meluruskannya adalah wajib.
Dalam islam, kedzaliman tidak hanya termasuk dalam kemungkaran dan dosa terbesar saja, juga tidak hanya merusak kemakmuran, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Khaldun. Tetapi lebih dari itu, kedzaliman merupakan tindakan yang menganiaya hak Allah Swt dan menghancurkan nilai – nilai keadilan yang merupakan tujuan dari diutusnya Rasul dan Nabi.
Allah Swt berfirman :” Agar memberi peringatan orang–orang yang dzalim dan memberi kabar gembira kepada orang – orang yang berbuat baik”. ( Qs. Al – Ahqaf : 12 ).
Nabi Muhammad Saw bersabda :” Seutama – utama jihad adalah mengatakan yang hak kepada penguasa zalim”.
  1. Undang-undang di atas segalanya
Legalitas kekuasaan dinegara islam tegak dan berlangsung dengan usaha mengimplementasikan sistem undang – undang islam secara keseluruhan, tanpa membedakan antara hukum –hukumnya yang mengatur tingkah laku seorang muslim dalam kedudukannya sebagai anak bangsa dan hakim dengan nilai – nilai pokok dan tujuan – tujuannya yang mulia, yang telah disebutkan didalam Al – Qur’an dan Hadist.
  1. Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
    1. Musyawarah
Musyawarah merupakan jalan untuk menemukan kebenaran dan mengetahui pendapat yang paling tepat. Al-Quran memerintahkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu unsur dari unsur-unsur pijakan negara Islam.
  1. Keadilan
Musyawarah adalah dasar hukum dalam Islam dan manhaj kehidupan kaum muslimin, yang pada hakikatnya berlandaskan keadilan yang sangat bertentangan sekali dengan kesewenang-wenangan penguasa dan tidak mengikut sertakan rakyat dalam membahas perkara. Prinsip ‘mengkritik penguasa’, termasuk diantara tuntutan keadilan. Begitu juga halnya dengan prinsip ‘persamaan hak’ dan kebebasan serta hak asasi manusia, sesungguhnya berlaku adillah dasarnya.
  1. Kebebasan
Kebebasan yang dipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berlandaskan kepada amar makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
  1. Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuasa undang-undang.



PENUTUP
Adanya sistem politik Islam tidak lain adalah untuk membangun sebuah sistem pemerintah dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melakasanakan seluruh hukum syari’at Islam. Sistem politik Islam merupakan sistem politik yang khas dan diyakini merupakan sistem politik yang unggul. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri. Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya عليه يعلى ولا يعلوا الاسلام  kata Nabi.
Al-Quran tidak menyebutkan secara tegas bagaimana mewujudkan suatu sistem politik. Akan tetapi di dalam beberapa ayat Al-quran disebutkan bahwa kekuasaan politik hanya dijanjikan (akan diberikan) kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh. Hal ini berarti bahwa sistem politik menurut agama dan ajaran Islam terkait dengan kedua faktor tersebut. Di sisi lain, keberadaan sebuah sistem politik berkaitan pula dengan ruang dan waktu.
Dalam sub sistem politik, hukum-hukum Allah bisa terlaksana dan ditegakkan meskipun dalam lingkup yang terbatas sesuai dengan kemampuan, sebagai persiapan pembentukan masyarakat mukmin yang siap menjalankan hukum Islam dan ajaran agama. Oleh karena kesiapan masyarakat itu dikaitkan dengan iman dan amal sholeh, maka diantara langkah-langkah mendasar yang harus dilakukan adalah pembaharuan dan peningkatan iman dan penggalakan amal sholeh.
Konsep pemikiran dan sistem politik Islam adalah konsep politik yang bersifat majemuk. Sebabnya, karena sistem politik Islam lahir dari pemahaman atau penafsiran seseorang terhadap al-Quran berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan masyarakat para pemikir politik. Hal tersebut dengan dapat dijumpainya pemikiran politik yang telah muncul sejak zaman Rasulullah saw. dan kemudian dikembangkan hingga masa sekarang tentang proses pembentukan negara, unsur-unsur dan sendi-sendi negara, eksistensi lembaga pemerintahan, pengangkatan kepala negara, syarat-syarat menjadi kepala negara, tujuan dan tugas pemerintahan, pemberhentian kepala negara, sumber kekuasaan dan bentuk pemerintahan.

Daftar Pustaka
http://www.daudrasyid.com/index.php?option=com_content&task=view&id=54&Itemid=31
http://anank.wordpress.com/2008/04/07/politik-dan-islam-definisi-teori-dan-praktek/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab11-agama_islam_dan_politik.pdf     
http://tomysmile.wordpress.com/2006/01/05/definisi-politik-dalam-perspektif-islam/
http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=14192
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=10
http://msmonline.net/seminar/?p=244 artikel sistem politik Islam.
Rais, Dhiauddin. 2001.Teori Politik Islam. Gema Insani Press: Jakarta
Dzakirin, Ahmad. 2010. Tarbiyah Siyasiyah. Era Adicitra Intermedia: Solo
Jindan, Khalid Ibrahim. 1999. Teori Politik Islam. Risalah Gusti: Surabaya
Khaliq, Farid Abdul. 2005. Fikih Politik Islam. Amzah: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA

kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...