Rabu, 03 April 2013

Abraham dan Adnan Terbukti Langgar Kode Etik



Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terbukti melanggar kode etik pimpinan terkait bocornya dokumen konsep surat perintah penyidikan atas nama Anas Urbaningrum.

"Komite etik menjatuhkan putusan final dan mengikat yaitu menyatakan terperiksa 1 Abraham Samad melakukan pelanggaran sedang terhadap pasal 4 huruf b dan d pasal 6 ayat 1 huruf b, d, r, dan v kode etik pimpinan KPK, menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis yaitu Abraham Samad harus memperbaiki sikap, tindakan, dan perilakunya," kata Ketua Komite Etik Anies Baswedan dalam sidang terbuka Komite Etik KPK di Jakarta, Rabu.

Perbaikan perilaku yang diminta Komite Etik tersebut adalah pertama, memegang teguh prinsip kebersamaan dan keterbukaan, kedua perilaku yang bermartabat dan berintegritas, ketiga mampu membdedakan hubungan bersifat pribadi dan prodfesional dan keempat menjaga jaga ketertiban komunikasi dan kerahasiaan KPK.


"Menyatakan terperiksa 2 Adnan Pandu Praja melakukan pelanggaran ringan pasal 6 ayat 1 huruf e kode etik pimpinan KPK oleh karenanya menjatuhkan sanksi peringatan lisan," tambah Anies.

Dalam pertimbangannya, Komite Etik menyatakan bahwa Abraham tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik tapi perbuatan dan sikapnya tidak sesuai dengan kode etik pimpinan KPK.

"Pelaku pembocoran adalah Wiwin Suwandi yang tugasnya adalah sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, dokumen tersebut ditandangani Abraham Samad dan belum diberi nomor dan cap KPK," ungkap anggota Komite Etik Tumpak Hatorangan Panggabean.

Anies menegaskan bahwa sama sekali tidak ada indikasi keterlibatan pimpinan.

"Tapi Wiwin mengabarkan banyak orang, ini masalahnya, orang yang tidak punya banyak pengalaman malah mengabarkan ke banyak orang, motif yang diakui Wiwin adalah benci dengan koruptor karena menunjukkan wajah tanpa dosa," kata Anies.

Kronologinya adalah Wiwin memang diperintahkan oleh Abraham untuk memindai dokumen sprindik yang sudah ditandatangani Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain tapi belum diberi nomor dan cap KPK pada Kamis (7/2) pukul 20.27.

Wiwin selanjutnya mencetak hasil pindaian tersebut pada pukul 20.29, namun pada pukul 21.30 Wiwin memindai sprindik tersebut untuk kedua kali dan pada pukul 21.46 kembali mencetak hasil pindaian kedua tersebut dan menyimpannya ke laci. Wiwin selanjutnya pulang.

Keesokan harinya pada Jumat (8/2) Wiwin berinsiatif untuk memberitahukan pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irmanputra Sidin dan reporter TVOne Dwi Anggia mengenai penetapan Anas sebagai tersangka dengan mengirimkan pesan blackberry messenger dari Abraham.

Sementara pada malam harinya Wiwin bertemu dengan jurnalis Tempo Tri Suharman dan koran Media Indonesia Rudy Polycarpus di gedung Setiabudi One dan menyerahkan salinan sprindik hasil "scan" kedua, salinan itulah yang muncul di media.

Komite Etik juga menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan sanksi terhadap Abraham.

"Abraham Samad telah sering melakukan komunikasi dan pertemuan dengan pihak-pihak eksternal KPK yang berkaitan dengan informasi kasus-kasus di KPK, termasuk terkait status Anas Urbaningrum sebagai tersangka, dengan tanpa memberitahukan kepada Pimpinan KPK lainnya," ungkap Anies.

Selanjutnya Abraham dinilai tidak berusaha melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK dan jajaran struktural KPK lain untuk merespons kebocoran dokumen sprindik dan melakukan langkah-langkah konkrit.

Abraham Samad juga telah bersikap tidak menyetujui Blackberry-nya dilakukan proses "cloning" untuk membuka data komunikasinya dengan pihak eksternal terkait pengusutan kasus ini sehingga dianggap tindakan tersebut tidak kooperatif.

Abraham juga membuat pernyataan yang mendahului dari keputusan Komite Etik yang menyatakan bahwa Komite Etik adalah rekayasa, Rabu (27/3).

"Masih ada hal-hal yang meringankan yaitu Abraham Samad masih memiliki harapan untuk melakukan perubahan dan perbaikan sikap dan perilaku yang lebih menghayati dan mengamalkan ketentuan yang ada dalam Kode Etik Pimpinan," jelas Anies.

Untuk Adnan Pandu Praja dianggap tidak ada hal yang memberatkan.

"Untuk hal meringankan adalah Adnan Pandu Praja dalam pemeriksaan sangat kooperatif dan menyadari kekeliruannya," tambah Anies.

Kekeliruan yang dimaksudkan Anies adalah menyampaikan informasi pencabutan tanda tangan dalam sprindik beserta alasannya kepada pers, serta menyampaikan pendapat secara terbuka kepada media massa bahwa kasus mobil Harrier milik Anas yang nilainya kurang dari Rp1 miliar adalah bukan level KPK menunjukkan tindakan yang kurang hati-hati dan kurang cermat sebagai Pimpinan KPK dan merugikan nama baik KPK.

Terhadap putusan tersebut, baik Abraham maupun Adnan yang hadir dalam sidang terbuka tidak menyampaikan komentar."Saya tidak berkomentar," ungkap Adnan seusai sidang.

Abraham memilih untuk tidak berkata apapun kepada wartawan.

Komite Etik terdiri atas Anies Baswedan (rektor Universitas Paramadina) sebagai ketua, Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK) yang menjabat sebagai wakil ketua merangkap anggota, Abdul Mukhtie Fajar (mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjojanto (pimpinan KPK) dan Abdullah Hehamahua (penasihat KPK) sebagai anggota. (tp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA

kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...