Senin, 02 Januari 2017

Membendung Paham Islam Import

Indonesia tengah dibanjiri arus globalisasi Islam yang memiliki pengaruh besar terhadap penentu ‘kebenaran’ teologis. Sikap dan pandangan tersebut dimunculkan dengan maraknya gerakan Islam impor di negeri ini. Dalam kadar lebih, gerakan dan ideologi yang dianut oleh gerakan Islam impor memiliki keterkaitan dengan ideologi dan gerakan Islam di belahan dunia.
Sebagai sebuah istilah, Islam impor memiliki makna sama dengan istilah transnasionalisme yang pertama kali muncul sekitar awal abad ke-20 sebagai terma untuk menggambarkan cara pemahaman baru tentang hubungan antar sosial keagamaan. Gerakan ini tumbuh karena meningkatnya interkonektifitas antarmanusia di seluruh permukaan bumi. Sangat tepat jika Thomas L Friedman (2004) menyebut arus globalisasi sebagai faktor utama pendukung gerakan transnasionalisme, dimana sistem dunia pada abad ini menitikberatkan pada integrasi dunia yang tidak mengenal sekat sama sekali.

Islam impor merupakan sebuah gerakan Islam yang bergerak di lintas dunia, prinsip pemahaman terhadap ajaran Islam tidak terbatas pada lokalitas negara, etnis, maupun suku bangsa tertentu. Jauh dari itu, dalam bentuk gerakan, Islam impor menegasikan batas-batas ruang dan negara dengan mengakomodir seluruh umat muslim dunia di bawah satu komando Islam berlabel ideologi dan teologis. Dengan lain kata, gerakan Islam impor merupakan pola Islam yang mondial yang hendak membenamkan cita-cita Islam di pelbagai dunia.


Disebut satu komando yang berlabel ideologi dan teologis karena gerakan Islam impordari waktu ke waktu melakukan mobilisasi global lintas negara muslim dan melegitimasi diri menjadi sebuah gerakan Islam yang sebenarnya, serupa dengan gerakan ideologi politik. Gerakan Islam impor berkeyakinan bahwa Islam merupakan satu-satunya ajaran yang komprehensif, multiaspek yang mempertautkan secara integratif antara agama dan dunia termasuk dengan kehidupan politik.
Oleh karena itu, merupakan sebuah keniscayaan bagi gerakan Islam impor untuk menerapkan Islam secara menyeluruh; menghendaki agama Islam yang ditebarkan menjadi bagian sistem, hukum, dan ideologi yang harus dipakai oleh masyarakat; seperti demokrasi, kapitalisme, sosialisme, dan sebagainya sehingga cenderung berperilaku fanatis, anarkis, dan bahkan teroris.
Wajah baru gerakan Islam impor mampu membentuk opini publik di pelbagai penjuru yang ditampilkan dalam sebuah gerakan laiknya seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Langkah yang ditempuh oleh gerakan ISIS semakin agresif pada level aksi kekerasan atas nama agama kepada kelompok lain. Tidak sedikit fatwa yang keluar bahwa ISIS adalah musuh bersama (common enemy) negara-negara muslim di dunia.
Gerakan Islam impor mencerminkan sebuah gerakan atau organisasi laiknya ‘jaring laba-laba’ yang diikat dan dikaitkan dengan ideologi dan teologi. Banyak pengamat melihat tiga gerakan Islam berskala luas-reviavlisme, reformisme, dan fundamentalisme muncul di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Gerakan-gerakan tersebut sejatinya telah terasa mulai abad ke-18 dan 19 sebagai bentuk reaksi balik atas kolonialisme Eropa.
Salah satu prinsip yang berkembang di Timur Tengah yang berkaitan kuat dengan ideologi Islam impor adalah jihda sebagai pilar dalam mewujudkan tatanan Islami. Oleh gerakan ini jihad dilakukan secara komprehensif bahkan totalitas, termasuk menggunakan cara-cara yang keras. Gerakan Islam impor berjuang menegakkan Islam bagi seluruh umat muslim di dunia. Cara-cara yang ditempuh untuk menegakkan itu kemudian ditafsirkan sebagai jihad dengan berbagai saluran yang ada seperti politik, pendidikan, ekonomi, dan diantaranya dengan kekerasan.
Pesan Gus Dur
Perkembangan globalisasi jauh lebih kompleks dari apa yang nampak. Kita perlu memilah kembali secara jeli mana agama dan mana pemikiran keagamaan, mana yang universal-netral dan mana yang muslim serta mana yang Islam. Karena jika kita sampai salah mengenali, kita akan terjebak pada sikap apologetik, fanatik, eksklusif, yang pada akhirnya dapat menyingkirkan kita dalam percaturan global dan kehidupan masyarakat yang plural.
Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) meskipun memakai nama Islam, tetapi sangat jauh dari sifat Islam yang rahmatan lilalamin, toleran, lembut, dan penuh kasih sayang. Dalam perang melawan orang kafir sekalipun, Islam mengajarkan ahlak berperang, yaitu tidak boleh membunuh wanita, anak kecil, orang tua, musuh yang menyerah, dan musuh yang tidak bersenjata. Islam juga melarang menghancurkan fasilitas umum, tempat ibadah, dan tempat yang dianggap suci oleh musuh sekalipun. Islam juga mengajarkan tidak ada paksaan dalam beragama, tidak boleh memaksa orang lain masuk agama Islam dengan ancaman senjata.
Maka tantangan gerakan Islam saat ini dan kedepan adalah bagaimana menciptakan ruang plural yang mendapat dukungan dari berbagai komponen baik agama, etnis, komunitas, dan seterusnya untuk menciptakan stabilitas masyarakat, kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini kita perlu ingat pesan Gus Dur bahwa kita adalah bangsa Indonesia yang kebetulan muslim, bukan muslim yang tinggal di Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayakna Islam menjadi inspirasi dalam membangun kehidupan yang lebih humanis, sejuk, damai, demokratis, elegan, santun, dan penuh kasih. Semoga!
Sumber : Opini Lampos 29 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA

kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...