Oleh : SAKINAH
BAB I
PENDAHULUAN
Politik Islam adalah aktifitas politik yang didasari oleh nilai/prinsip Islam, baik dari titik tolak (starting point),program, agenda, tujuan, sarana dan lainnya harus sesuai dengan petunjuk Islam. Oleh karenanya, di lapangan, politik Islam harus tampil beda dengan politik non Islam. Jika politik konvensional bisa menggunakan cara apa saja untuk mencapai tujuannya, maka politik Islam tidak boleh demikian. Ada variabel lain yang harus diperhatikan, seperti etika Islam, ketentuan hukum Islam dan lain sebagainya.
Sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT yang bersifat syamil ‘menyeluruh’, kamil ‘sempurna’, dan mutakamil ‘menyempurnakan’, tidak ada satupun sisi kehidupan manusia yang tidak diatur dalam Islam, termasuk di dalamnya masalah politik.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis yang bermakna kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu maka artinya (1) pengetahuan tentang kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dan dasar-dasar pemerintahan); (2) segala urusan dan tindakan ( kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain; dan(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah). Jadi dapat dikatakan bahwa hakikat politik itu adalah perilaku manusia baik berupa aktivitas ataupun sikap, yang bertujuan mempengaruhi atau mempertahankan tatanan suatu masyarakat dengan mempergunakan kekuasaan (Abd. Muin Salim, 1994: 37).
Adapun definisi politik dari sudut pandang Islam adalah pengaturan urusan-urusan (kepentingan) umat baik dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan hukum-hukum Islam. Di dalam Islam, kekuasaan politik kait mengait dengan al-hukm. Perkataan al-hukm dan kata-kata yang terbentuk dari kata tersebut digunakan 210 kali dalam Al-Quran. Dalam bahasa Indonesia, perkataan al-hukm yang dialih bahasakan menjadi hukum intinya adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan (vonis) pengadilan.
- Politik dalam Pandangan Barat
Oleh karena itu bagi orang Yunani klasik terutama Aristoteles, negara tidak hanya dipahami sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang keberadaannya dapat diterima atau ditolak tergantung pada kebutuhan-kebutuhan tertentu pada sebuah masyarakat tertentu, tetapi negara juga tidak terlepas dari sudut pandang yang lebih luas, yakni melibatkan segi-segi ethos dan psikologi manusia. Asumsi yang dianggap sebagai dasar (basis) pemikiran politik pemikiran politik Yunani itu merupakan bukti yang ditemukan dalam berbagai tulisan Plato dan Aristoteles.
Plato misalkan memberikan teori politiknya dengan menunjukkan bahwa keadilan yang sebenarnya hanya dapat terwujud dalam konteks negara Republik, konsep yang ditawarkannya tentang negara. Negara itulah yang memadukan filsafat dan kekuatan politik. Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa pemenuhan berbagai kebutuhan biologis, sosial dan etika manusia hanya dapat terwujud jika ia tergabung dalam aneka asosiasi (perhimpunan), yang bermula dari keluarga dan berakhir pada negara. Karena segala sesuatu ditentukan oleh tujuan akhirnya, teleologi. Keanggotaan dalam sebuah masyarakat sipil sebagai prasyarat bagi aktualisasi segenap kemampuan manusia seutuhnya. Oleh karena itu, manusia yang berada di luar asosiasi politik akan gagal menunjukkan sifat-sifat dan potensi-potensi manusiawinya, atau bahkan ia akan berperilaku melebihi binatang buas atau dewa (Tuhan).
Para ilmuwan barat yang lain memandang bahwa ketika kita berbicara politik, berarti kita berbicara tentang kekuasaan. Harold Laswell dalam “Who Gets What, When and How” mengatakan bahwa politik adalah masalah siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana mendapatkannya.
- Islam dan Politik
- Sejarah Pemikiran Politik Islam
Dalam teori maupun praktik, Nabi saw. menempati suatu posisi yang unik sebagai pemimpin dan sumber spiritual undang-undang Ketuhanan, namun sekaligus juga pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka kerja Konstitusional pemerintahan ini terungkap dalam sebuah dokumen terkenal yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”.
Dalam dokumen tersebut terdapat langkah pertama dan amat penting bagi terwujudnya sebuah badan pemerintahan Islam atau Ummah. Piagam tersebut juga memuat beberapa konsep penting diantaranya yakni mengenai konsep suku tentang pertalian darah digantikan dengan ikatan iman yang bersifat ideologis. Menyuguhkan landasan bagi prinsip saling menghormati dan menghargai antara orang-orang Islam dan “orang-orang yang mengikuti, bergabung dengan dan, berjuang bersama mereka”. Mereka, yang dimaksud dalam pembukaan piagam itu adalah masyarakat Yahudi Madinah.
Menurut konstitusi itu pula, orang-orang Islam dan semua warga yang tinggal di Madinah tergabung dalam suatu masyarakat (pasal 1) yang secara fisik dan politis berbeda dengan kelompok-kelompok lain (pasal 1 dan 39). Tidak ada pengertian lain mengenai siapa yang harus mencegah tampuk pimpinan dalam konfederasi semacan itu. Pada pasal 23, 36, dan 42 secara tegas menyebutkan Allah dan Nabi Muhammad saw. sebagai hakim terakhir serta sumber segenap kekuasaan dan kekuatan (wewenang).
Sejak hijrah ke Madinah tahun 622 M sampai wafatnya beliau pada 6 Juni 632 M, Nabi Muhammad saw. berperan sebagai pemimpin yang tidak dapat dibantah (unquestionable leader) bagi negara Islam yang baru lahir tersebut. Sebagai Nabi, beliau meletakkan prinsip-prinsip agama Islam, memimpin shalat serta menyampaikan berbagai khutbah. Sebagai negarawan, beliau mengutus duta ke luar negeri, membentuk angkatan perang dan membagikan rampasan perang.
Semasa kehidupannya Nabi saw. tidak pernah menyampaikan wasiat siapa yang berhak menggantikan beliau sebagai pemimpin negara Islam. Inilah yang menjadi pemicu lahirnya perdebatan sengit dan berkepanjangan mengenai syarat-syarat Imam atau pemimpin umat Islam.
Setelah masa kenabian Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat Islam kala itu, tampuk kepemimpinan berikutnya dipegang oleh para sahabat Nabi saw. yang lebih dikenal sebagai era “Khulafaur- Rasyidin”, yang terdiri dari para sahabat dekat Rasulullah : Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Masa-masa itu merupakan cermin kejayaan Islam yang diraih dengan berbagai perangkat dan tetap selalu berada di bawah prinsip konsultasi dan akomodasi.
Masalah perebutan kekuasaan telah mulai tampak tajam sejak masa pemerintahan khalifah ke-3, Utsman r.a, hingga puncaknya pada masa pemerintahan khalifah ke-4, Ali r.a yang di tandai dengan meletusnya perang Shiffin (657 M) antara Ali dan Muawiyah. Pada periode inipun tidak terelakkan lagi dari kekerasan dan oerang sipil yang berakhir dengan terbunuhnya Ali r.a, yang kemudian memunculkan dinasti Umayyah yang memerintah sejak tahun 661- 749 M. Selama masa-masa pergolakan inilah kita menemukan kelahiran berbagai ragam faksi politik yang membentuk spektrum pemikiran politik Islam.
- Politik dalam Pandangan Islam
Berbagai makna dari siyasah ini dikemukakan oleh para ulama Islam, diantaranya ialah yang dikemukakan oleh Yusuf Al-Qardhawi dalam Fiqh Ad-Daulah, yang mendefinisikan siyasah syar’iyah sebagai berikut:
“Fiqh Islam yang mencakup hubungan individu dengan daulah (negara dan pemerintahan), atau hubungan pemimpin dengan rakyat, hubungan hakim dengan terdakwa, hubungan kekuasaan dengan masyarakat yang dalam terminologi modern disebut sistem ketatanegaraan, sistem keuangan, sistem pemerintahan dan sistem hubungan internasional.”
Pendapat Ibnu Aqil seperti yang dikutip Ibnu Qayyim Al- Jauziyah mendefinisikan siyasah syar’iyah sebagai: “segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemashlahatan dan lebih jauh dari kerusakan, sekalipun Rasul tidak menetapkan dan Allah tidak mewahyukan. Siyasah yang merupakan hasil pemikiran manusia tersebut harus berlandaskan kepada etika agama dan memperhatikan prinsip-prinsip umum syari’at.”
Islam dan politik pada dasarnya dalam wacana pemikiran kontemporer setidaknya terdapat tiga poros pemikiran yaitu: Pertama, menyatakan bahwa Islam tidak mengatur persoalan politik. Kedua, Islam mengatur masalah politik sampai kepada hal spesifik. Ketiga, menyatakan bahwa Islam mempunyai perangkat-perangkat dan nilai yang mengatur persoalan politik. Namun, secara umum dapat dinyatakan Islam memberikan rambu-rambu terhadap persoalan politik yang telah dipraktekkan Rasulullah dan zaman keemasan Islam. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Islam mengatur terhadap persoalan politik baik itu bagi mereka yang berpandangan pengaturannya secara eksplisit maupun yang implisit. Hakikat Politik Islam
Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Islam, menurut Dr. Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Sistem Politik Islam
- Asas- asas Sistem Politik Islam
- Hakimiyyah Ilahiyyah
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70).
Hakimiyyah Ilahiyyah memberi arti bahwa teras utama sistem politik Islam adalah tauhid kepada Allah dari segi Rububiyah dan Uluhiyah.
- 2. Risalah
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)
- Khilafah
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ciri- ciri Sistem Politik Islam
- Kekuasaan dipegang penuh oleh umat.
- Masyarakat ikut berperan dan bertanggung jawab
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil.” (QS. Al-Maidah: 8)
- 3. Kebebasan adalah hak bagi semua orang
Dengan demikian, kebebasan politik merupakan istilah modern, tidak lain kecuali hanya cabang dari pokok kebebasan universal yang diberikan islam, yaitu kebebasan manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, yang telah ditetapkan dengan nash – nash baik dalam Al – Qur’an maupun dalam Hadist. Sebagai dalil yang memperkuat hal tersebut, kita dapat sebutkan sebuah Hadist Rasulullah Saw . Yang disampaiakan kepada para sahabatnya, “ Janganlah sekali – kali salah seorang diantara kalian tidak berpendirian, ia mengatakan aku bersama – sama dengan banyak orang, apabila mereka baik , maka aku baik Dan apabila mereka jelek, maka akupun jelek.“
- 4. Persamaan diantara semua manusia
- Kelompok yang berbeda juga memiliki legalitas
- Kedzaliman mutlak tidak diperbolehkan dan usaha meluruskannya adalah wajib.
Allah Swt berfirman :” Agar memberi peringatan orang–orang yang dzalim dan memberi kabar gembira kepada orang – orang yang berbuat baik”. ( Qs. Al – Ahqaf : 12 ).
Nabi Muhammad Saw bersabda :” Seutama – utama jihad adalah mengatakan yang hak kepada penguasa zalim”.
- Undang-undang di atas segalanya
- Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
- Musyawarah
- Keadilan
- Kebebasan
- Persamaan
PENUTUP
Al-Quran tidak menyebutkan secara tegas bagaimana mewujudkan suatu sistem politik. Akan tetapi di dalam beberapa ayat Al-quran disebutkan bahwa kekuasaan politik hanya dijanjikan (akan diberikan) kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh. Hal ini berarti bahwa sistem politik menurut agama dan ajaran Islam terkait dengan kedua faktor tersebut. Di sisi lain, keberadaan sebuah sistem politik berkaitan pula dengan ruang dan waktu.
Dalam sub sistem politik, hukum-hukum Allah bisa terlaksana dan ditegakkan meskipun dalam lingkup yang terbatas sesuai dengan kemampuan, sebagai persiapan pembentukan masyarakat mukmin yang siap menjalankan hukum Islam dan ajaran agama. Oleh karena kesiapan masyarakat itu dikaitkan dengan iman dan amal sholeh, maka diantara langkah-langkah mendasar yang harus dilakukan adalah pembaharuan dan peningkatan iman dan penggalakan amal sholeh.
Konsep pemikiran dan sistem politik Islam adalah konsep politik yang bersifat majemuk. Sebabnya, karena sistem politik Islam lahir dari pemahaman atau penafsiran seseorang terhadap al-Quran berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan masyarakat para pemikir politik. Hal tersebut dengan dapat dijumpainya pemikiran politik yang telah muncul sejak zaman Rasulullah saw. dan kemudian dikembangkan hingga masa sekarang tentang proses pembentukan negara, unsur-unsur dan sendi-sendi negara, eksistensi lembaga pemerintahan, pengangkatan kepala negara, syarat-syarat menjadi kepala negara, tujuan dan tugas pemerintahan, pemberhentian kepala negara, sumber kekuasaan dan bentuk pemerintahan.
Daftar Pustaka
http://www.daudrasyid.com/index.php?option=com_content&task=view&id=54&Itemid=31http://anank.wordpress.com/2008/04/07/politik-dan-islam-definisi-teori-dan-praktek/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab11-agama_islam_dan_politik.pdf
http://tomysmile.wordpress.com/2006/01/05/definisi-politik-dalam-perspektif-islam/
http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=14192
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=10
http://msmonline.net/seminar/?p=244 artikel sistem politik Islam.
Rais, Dhiauddin. 2001.Teori Politik Islam. Gema Insani Press: Jakarta
Dzakirin, Ahmad. 2010. Tarbiyah Siyasiyah. Era Adicitra Intermedia: Solo
Jindan, Khalid Ibrahim. 1999. Teori Politik Islam. Risalah Gusti: Surabaya
Khaliq, Farid Abdul. 2005. Fikih Politik Islam. Amzah: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar