Sangat mengejutkan, ketika seorang pakar kenegaraan Refly Harun mengaku bahwa sebelumnya dia belum paham tentang UU tentang bendera, wajar bila sebagai anggota masyarakat biasa kitapun tak begitu mengenal UU atau aturan lainnya tentang bendera nasional kita. Sama dengan pakar kenegaraan tersebut di atas baru dibaca baca setelah terjadi penangkapan seorang pengibar bendera bertuliskan Laailaaha Illallaah dalam kaligrafi Arab. Konon sang pengibar akan diancam hukuman selama 1 tahun. Untuk itu yang bersangkutan ditangkap sekitar jam 2 malam oleh 23 orang anggota Brimob. Kontan saja para pakar hukum menuduh Polisi telah berbuat berlebihan.
Sebagai anggota masyarakat biasa maka sewajarnya saja bila kita berharap agar Bangsa Ini Memiliki Pandangan yang sama tentang bendera kita, Terutama kepada Kepolisian kita berharap tidak bersikap ganda, dengan dalih apapun. Karena bukan hanya sekali ini saja seseorang menuliskan tulisan dan gambar di kain warna merah putih itu. Ada yang membakarnya, ada yang menginjak injaknya, ada yang merusaknya, ada yang menulisnya dan ada pula yang menggambarnya, Tetapi mereka yang melakukan sebelumnya tidak dianggap melanggar aturan, kecuali yang terakhir ini, peserta demo di depan Kantar Kapolri, karena aseorang demonstran menuliskan kalimat Lailaaha Illallah pada Bendera Nasional Merah putih Bergambar pedang.
Mengapa Polisi menangkapyang bersangkutan adalah karena pertama ada yang melapor, lalu bagaimana bila tidak ada yang melapor, konon keterangannya, tetap akan ditangkap. Lalu ada pertanyaan mengapa yang lain tidak ditangkap, Pakar Hukum tata Negara Refly Harun mengetakan alasannya adalah bendera yang lain ditulis dan digambar dalam eporia kegembiraan seperti melaksanakan show kesenian musik, atau dalam rangka menyemangati tim Nasional, umpamanya tim Kesebelasan Sepak bola Nasional yangh akan bertanding. Demikian Refly Harun seperti berusaha mengajak kita semua untuk memahami jalan pikiran aparat sehingga tak perlu ada tindakan. Tetapi diakhir ujarannya Refly memang mengakui akan lebih baik manakala sikap Polisi sama.
Nampaknya kita semua harus bersabar, karenan nantinya manakala kita mengumpukan tiga pakar, maka besar kemungkinan para pakar itu mampu mengumpulkan tiga pemikiran yang berbeda, masih untung jika tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Untuk kahirnya sebagai manusia yang bertuhan, kita berharap agar Allah mempersatukan hati kita sehingga kita terhindar dari perpecahan yang kian menganga.
Kamis, 26 Januari 2017
SEJARAH ; DAHULU BENDERA MERAH PUTIH BERTULISKAN LAAILAHA ILLALLAAH
![Jangan lupakan sejarah! Merah putih pernah bertuliskan kalimat Tauhid](https://cdn.ar.com/images/stories/2017/01/merah-putih-tauhid.jpg)
Pin merah putih dengan kalimat Taiuhid yang dikenakan pejuang kemerdekaan Hizbulloh. Menghina NKRI itu merah putih bertuliskan Mettalica atau lainnya yang tidak ada sejarahnya. Foto: SuaraIslam
AZ. Muttaqin
Masyarakat dan pemerintah Indonesia diminta jangan melupakan sejarah, bahwa merah putih pernah bertuliskan kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah
Karena itu Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Kota Bogor Ustaz Abdul Halim menyayangkan adanya kriminalisasi terhadap bendera merah putih bertuliskan kalimat Tauhid , Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah.
Menurut Ustaz Halim, sebelum menetapkan sesuatu sebaiknya Polri mencari data atau fakta sejarah yang berkaitan tentang hal itu.
“Bakal TNI itu BKR dan TKR termasuk di dalamnya tentara Hizbulloh yang berjuang merebut kemerdekaan, sedangkan pin yang dipakai pejuang-pejuang tersebut merah putih bertuliskan kalimat syahadat,” jelasnya kepada Suara Islam Online, Jumat (20/1/2017).
Oleh karenanya, ia mengingatkan sesuai pesan mantan Presiden Sukarno agar jangan sekali-kali melupakan sejarah atau dikenal istilah jasmerah.Selain itu, Ustaz Halim juga mempertanyakan, jika kalimat syahadat dilarang dicantumkan pada bendera merah putih, bagaimana dengan yang lain. “Bagaimana dengan Merah Putih yang ditulis Metalica, Arsenal Indonesia, Dukungan untuk Ahok dan lainnya?” katanya.
Jadi, kata Ustaz Halim, jika ada yang membawa bendera merah putih bertulis kalimat syahadat itu bisa saja dalam rangka mengenang sejarah bukan penghinaan kepada NKRI.
“Justru yang menghina NKRI itu merah putih bertuliskan Mettalica atau lainnya yang tidak ada sejarahnya,” tandasnya.
Sumber : Arrahmah Bogor Blog.
Sejarah Perjuangan dan Sejarah Terbentuknya TNI
Sejarah Perjuangan dan
Sejarah Terbentuknya TNI
Tentara Nasional Indonesia
terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan
Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan
masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini
adalah Laksamana TNI Agus Suhartono.
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan “Catur
Dharma Eka Karma” disingkat “CADEK”. Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000
tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan
RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati
pada tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi
internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin “Catur” menjadi
“Tri” setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima
TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan
menjadi “Tri Dharma Eka Karma”, disingkat “TRIDEK”.
Tahun 2009, jumlah personil TNI adalah sebanyak 432.129 personil.
Sejarah TNI
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan
tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22
Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah
tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah
dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan
perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya
disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa
Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini
diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan
Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti
nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah
lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di
samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden
Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia
dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia
(TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Sejarah Perjuangan TNI.
Perjalanan Sejarah Perjuangan TNI . Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan
bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan
Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari lascar rakyat,
inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya mengkonsolidasikan
diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian berturut-turut
berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat
(TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat (APRIS), yang kembali menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia
(APRI), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan
dengan Polri, dan berdasarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 kembali menggunakan
nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan
Polri. Sejak kelahirannya, TNI menghadapi berbagai tugas dalam rangka
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Pengabdian TNI kepada negara dapat dilihat dalam perjalanan sejarah
perjuangannya sebagai berikut
Mempertahankan Kemerdekaan .
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia
menghadapi Sekutu/Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia .
Kedatangan kembali Sekutu/Belanda mendapat perlawanan kekuatan TNI bersama
rakyat, yaitu terjadi pertempuran di mana-mana, seperti di Semarang (1945),
Ambarawa (1945), Surabaya (1945), Bandung Lautan Api (1946), Medan Area (1947),
Palembang (1947), Margarana (1946), Menado (1946), Sanga-Sanga (1947), Agresi
Militer Belanda I (1947), Agresi Militer Belanda II (1948), dan Serangan Umum 1
Maret 1949 sehingga bangsa Indonesia mampu mempertahankan pengakuan atas
kemerdekaan dan kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949. Perjuangan ini
berhasil berkat adanya kepercayaan diri yang kuat, semangat pantang menyerah, berjuang
tanpa pamrih dengan tekad merdeka atau mati. Khusus pada saat menghadapi agresi
militer Belanda Il, walaupun Pemerintah RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta
telah menyerah, Panglima Besar Jenderal Sudirman tetap melanjutkan
perjuangannya, yaitu dengan cara bergerilya karena berpegang teguh pada prinsip
kepentingan negara dan bangsa.
Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara .
TNI bersama rakyat melaksanakan operasi dalam negeri seperti penumpasan
terhadap PKI di Madiun 1948 dan G-30-S/PKI 1965, terhadap pemberontakan DI/Til
di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, terhadap PRRI di Sumatra Barat, Permesta
di Menado, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, PGRS/Paraku di Kalimantan Barat,
RMS di Ambon, GPLHT di Aceh, Dewan Ganda di Sumatra Selatan, dan OPM di Irian.
Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa
dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Operasi pengamanan dilaksanakan terhadap kegiatan kenegaraan seperti Pemilu,
Sidang Umum / Sidang Istimewa MPR, dan pengamanan terhadap terjadinya konflik
komunal. Operasi pengamanan ini didasarkan kepada kepentingan negara dan
bangsa, penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jati diri TNI
Sesuai UU TNI pasal 2, jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:

Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara
Indonesia
Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugasnya
Tentara Nasional Indonesia
Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi
kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama
Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi
secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin
kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut
prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional,
dan hukum internasional yang telah diratifikas
Sumber : Aku Cinta Indonesia Blog
Langganan:
Postingan (Atom)
MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA
kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...
![](https://i.ytimg.com/vi/FQDh3xBig5A/hqdefault.jpg)
-
Haryo Sengkuni adalah tokoh sentral dalam alur cerita pewayangan. Tanpa kehadiran sang patih ini cerita wayang menjadi hambar. Tiada intr...
-
Data buku: Seks dan Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah Shereen El Faki Penerjemah: Adi Toha Alvabet, Jakart...