Jumat, 08 Februari 2013
Sekelumit Kisah Sengkuni
Haryo Sengkuni adalah tokoh sentral dalam alur cerita pewayangan. Tanpa kehadiran sang patih ini cerita wayang menjadi hambar. Tiada intrik, tiada trik, tiada pertikaian.
Sengkuni adalah Patih di Negara Astina, negara Kurawa. Berperawakan kurus, wajahnya pucat kebiru-biruan, gaya bicaranya klemak-klemek. Dan, tak jarang terkesan menjengkelkan. Cerdas, pandai bicara dan tangkas.
Namun, prilakunya cenderung berbuat licik, senang menipu, munafik, senang memfitnah, menghasut, mencelakakan orang lain, dan iri hati. Selalu menyimpan dorongan sadis, “biarlah orang lain menderita yang peting saya bahagia
Berbekal Ajian Pancasona, Sengkuni termasuk tokoh sakti. Ia berhasil mewujudkan apa yang ia inginkan. Pun mampu mengambil kesempatan dalam kesempitan ketika terjadi pertikaian. Ia berhasil melumuri tubuhnya dengan Lenga (minyak) Ta la ketika pusaka milik Pandu ini diperebutkan Pandawa dan Kurawa, sepeninggal Pandu.
Sebelum mangkat Pandu menitipkan Lenga Tala kepada Dretarastra untuk kelak diserahkan kepada para Pandawa ketika dewasa. Lenga Tala merupakan pusaka pemberian dewa sebagai hadiah kepada Pandu yang berhasil mengalahkan Nagapaya, musuh kayangan.
sengkuni-1Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara Pandawa dan Kurawa. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya jauh-jauh agar tidak menjadi sumber perikaian antarsaudara. Pandawa dan Kurawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.
Sangkuni tetap mendampingi Destarastra. Dengan licik ia menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan cupu manik. Dan, sebagian Lenga Tala pun tumpah. Sengkuni segera melepas semua pakaian dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan Lenga Tala. Lumuran Lenga Tala membuatnya sakti mandraguna ora mempan kapan palune pande atau kebal terhadap senjata apa pun.
Dalam silsilah pewayangan Jawa Harya Sengkuni atau Trigantalpati adalah putra kedua Prabu Gandara, raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini. Saudara kandungnya Dewi Gandari, Arya Surabasata dan Arya Gajaksa.
Ketika dewasa Arya Sengkuni menikah dengan Dewi Sukesti, putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar. Dari perkawinan ini ia memperoleh tiga keturunan: Arya Antisura/Arya Surakesti, Arya Surabasa dan Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa, patih negara Dwarawati.
Arya Sengkuni ahli dalam siasat, tata pemerintahan dan ketatanegaraan. Juga mahir dalam olah keprajuritan. Dengan Cis, pusakaka yang berbentuk tombak mampu memerintah gajah dan mendatangkan sumber air ketika ditancapkan ke tanah.
Selain patih, Sangkuni merupakan penasihat utama Duryudana, raja Hastina. Memang, dalam cerita pewayangan Sengkuni adalah patih atau perdana menteri. Tapi pada hakikatnya ia lah sebenarnya pengendali Hastina.
Berawal dari ide dan strategi Sengkuni, Kurawa berhasil mengusir Pandawa dari Kerajaan Indraprastha yang didirikan Pandu melalui permainan dadu. Dan membuat Pandawa berserta Kunti, merana puluhan tahun karena harus kehilangan negara dan diasingkan.
Manakala Duryudono berkeluh kesah bila negara Indraprasta lebih baik ketimbang Hastinapura, Sengkuni menyarankan tidak perlu membangun Hastina meniru Indraprasta. Yang perlu dilakukan adalah merebutnya dari tangan Pandawa. Duryudono setuju dan Sengkuni ditunjuk sebagai pimpro pengambilan kekuasaan.
Dengan tipu muslihatnya Sengkuni berhasil mengundang Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Sesuai rencana Sengkuni bertindak sebagai pelempar dadu Kurawa. Kesaktiannya berhasil mengalahkan Pandawa. Sedikit demi sedikit harta benda, istana Indraprastha, kemerdekaan para Pandawa dan Drupadi jatuh ke tangan Duryudana.
Namun Dewi Gandari, ibu para Korawa tidak setuju dengan hasil permaianan judi itu karena juga mempertaruhkan wanita. Duryudana yang kecewa karena Drupadi dan Indraprasta batal menjadi miliknya mendesak Dretarastra, ayahnya untuk menyetujui permainan judi dadu diulang.
Pada permainan dadu kedua, Pandawa kembali kalah di tangan Sengkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya. Ini hanyalah tipu daya Sengkuni untuk bisa menguasai Indraprasta selamanya.
Sengkuni tewas dalam perang Bharatayuda di tangan Bima (penegak Pandawa). Berbekal nasihat Kresna, Bima berhasil membunuh Sengkuni dan mengulitinya. Setelah kulit terlepas, tubuh Sengkuni dihancurkan dengan godho Rujakpolo
...............
Dalam tataran kehidupan sehari-hari Sengkuni bisa ada di mana-mana. Di tengah-tengah masyarakat, di tengah pemerintahan atau bahkan dalam diri kita. Semua orang berpotensi menjadi Sengkuni. Tak juga kiai, pendeta, atau mereka yang secara lahir terlihat berlaku baik, bahkan presiden sekali pun.
Sengkuni adalah potret dari orang-orang yang licik, penuh intrik politik dengan tujuan utama untuk menyelamatkan diri sendiri dan kepentingan udelnya sendiri. Tak peduli itu mengorbankan orang lain. Menyebar fitnah. Menyalahkan orang lain dengan cara-cara licik. Menuduh orang lain melakukan fitnah untuk menutupi kesalahan dan prilaku buruk diri sendiri. Yang terpenting dari jiwa Sengkuni adalah "menyucikan diri, tetap terlihat baik dan jujur meski berlumur kesalahan dan dosa dengan cara menyalahkan orang lain."
Sesakti apa pun manusia pasti akan mati. Demikian pula dengan Sengkuni yang tewas mengenaskan di tangan Bima, orang yang pernah ditipunya. Tiadalah pantas menipu orang yang memberi amanah karena suatu saat ia bisa menggilasmu.
http://jongjava.com/web/cermin/535-sengkuni-pemimpin-cerdas-dan-culas
Banjaran Sengkuni
(Riwayat Sengkuni)
Lakon banjaran ini mengisahkan riwayat Sengkuni alias Harya Suman. Kisahnya dimulai dengan pengusiran Batara Dwapara dari kahyangan oleh Sang Hyang Tungal.
Karena sifatnya yang selalu iri. berhati dengki dan berakal busuk. Batara Dwapara harus menjalani hidup di dunia, sebagai manusia.
“Di dunia. kamu boleh melampiaskan sifat busukmu sepuas-puasnya,” kata Sang Hyang Tunggal. Ketika Batara Dwapara turun ke dunia, permaisuri raja Awu-awu Langit atau Kerajaan Gandara, sedang bersalin. Batara Dwapara segera merasuk ke dalam tubuh bayi yang diberi nama Harya Suman alias Sengkuni itu.
Setelah Dewasa, Sengkuni mengabdi pada Prabu Pandu Dewanata. raja Astina. Pada saat inilah Sengkuni memfitnah Patih Gandamana, sehingga Gandamana mengundurkan diri dari jabatan patih Astina. Hal ini menggembirakan Sengkuni, karena jabatan itu akhirnya diberikan kepadanya.
Sewaktu Pandu Dewanata wafat, Begawan Abiyasa berencana akan membagikan minyak sakti Lenga Tula warisan Pandu, untuk kekebalan para Kurawa dan Pandawa. Namun, saat pembagian itu terjadi keributan, karena Kurawa ingin merampas minyak itu. Begawan Abiyasa yang terdesak sampai terjengkang jatuh, dan Dewi Kunti pingsan. Minyak itu jatuh di rerumputan.
Patih Sengkuni segera menanggalkan seluruh pakaiannya, dan dengan bertelanjang bulat ia ber-guling-guling di rumput yang basah karena minyak itu. Dengan demikian seluruh tubuh Sengkuni menjadi kebal, kecuali bagian dalam nuilut dan duburnya.
Setelah itu. karena melihat Dewi Kunti tergeletak pingsan, Patih Sengkuni lalu mendekatinya dan menarik semekan (kain penutup dada)nya, tetapi sebelum ia berbuat lebih jauh, Dewi Kunti siuman. Saat itu juga Dewi Kunti berujar, tidak akan memakai semekan, jika tidak terbuat dari kulit Sengkuni. Sejak itu. Dewi Kunti hanya mengenakan jubah lorodan (bekas pakai) milik Begawan Abiyasa.
Setelah menjabat sebagai patih Astina, perilaku sirik dan jahat Sengkuni makin berkembang. la menghasut para Kurawa untuk membunuh Pandawa dan Dewi Kunti dalam peristiwa Bale Sigala-gala.
Patih Sengkuni juga berhasil memperdaya Pandawa, dengan mengajaknya bermain judi. Pada perjudian itu Sengkuni mewakili Kurawa, sedangkan Yudistira mewakili Pandawa. Akibat kecurangan Sengkuni, Pandawa kehilangan segalanya. Selain kehilangan kerajaan dan seluruh kekayaannya, Pandawa harus hidup sebagai orang buangan selama 12 tahun.
Ketika pecah Baratayuda, Sengkuni dapat di-tangkap Bima, kuku Pancanaka yang kanan di-masukkan ke dalam mulut Sengkuni. sedangkan yang kiri ke duburnya. Bagian tubuh itulah yang tidak kebal. Setelah itu, Sengkuni dikuliti hidup-hidup. dan setelah itu baru dapat dibunuh.
Sisa kulit Sengkuni kemudian digunakan sebagai semekan Dewi Kunti.
Lakon ini cukup terkenal.
https://www.facebook.com/?ref=home#!/profile.php?id=100002398591420
PATIH SENGKUNI
Patih Sengkuni adalah gambaran sempurna untuk iblis yang nyata bagi Pendawa
Sengkuni atau Arya Sengkuni adalah putra kedua Prabu Gandara raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama Dewi Gandari, Arya Surabasata dan Arya Gajaksa. Sengkuni adalah paman Kurawa yang perwatakannya Boreh, Tanggap, Climut, Mlenyak yang menggambarkan sifat-sifat Sengkuni yang tangkas (trengginas), pandai bicara (pinter micara), buruk hati (ala atine), dengki, jahil methakil, dan licik. Ia bukan saja ahli dalam siasat dan tata pemerintahan serta ketatanegaraan, tetapi juga mahir dalam olah keprajuritan. Di dalam pedhalangan sering disebut Sengkuni. Di Purwacarita dikenal dengan sebutan Trigantalpati. Tetapi di Pustakaraja disebut Arya Suman.
Berdasarkan penuturan buku Ensiklopedi Wayang Purwa, keluaran Balai Pustaka, suatu hari Arya Sengkuni mendapat berita kalau di negara Mandura/ Matura ada sayembara perang tanding dengan hadiah Dewi Kunti (Dewi Prita) yang sangat cantik dan rupawan.Sengkuni berkeinginan mengikuti sayembara tersebut. Selanjutnya Sengkuni berangkat ke negara Mandura ditemani saudara perempuannya, Dewi Gendari. Tetapi kedatangannya terlambat, sayembara telah dimenangkan oleh Pandhu dan Dewi Kunti telah diboyong menuju Astina.
Sengkuni lalu menyusul dan berhasil menemui Pandhu dalam perjalanan. Dewi Kunthi lalu diminta Sengkuni, tetapi Pandhu tetap tidak mau menyerahkan Dewi Kunthi. Akhirnya jadi perang tanding antara Pandhu dan Sengkuni. Sengkuni kalah dan menyerahkan saudara perempuannya, Dewi Gendari. Pengharapan Sengkuni, Dewi Gendari jadi istri Pandhu, dan dibelakang hari nanti bisa tinggal di negara Astina. Tetapi, Dewi Gendari jadi istrinya Drestarastra. Sengkuni merasa telah dikecewakan Pandhu. Dan ini merupakan awal bibit kebencian Sengkuni terhadap Pendhawa (anak-anak Pandhu).
Akhirnya Pandhu diangkat menjadi raja Astina dan berjuluk Prabu Pandhudewanata. Pemerintahan Pandhu tidak lama, setelah Pandhu surut, oleh Begawan Abiyasa kerajaan Astina dipasrahkan pada Drestarastra. Sengkuni lalu menyediakan segenap jiwa raga untuk menguasai kerajaan Astina.
Anak-anak Drestarasta disebut Sata Kurawa, selanjutnya dinobatkan sebagai para pangeran Astina. Anak sulung Kurawa, Duryudana, dinobatkan menjadi Prabu Anom/ Pangeran Adipati, calon raja Astina. Tetapi para Pandhawa, anak-anak Pandhu berhasil disingkirkan dari Astina, sehingga Prabu Duryudana bisa menguasai pemerintahan Astina.
Arya Sengkuni menikah dengan Dewi Sukesti putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh tiga orang putra bernama: Arya Antisura (Arya Surakesti), Arya Surabasa dan Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa patih negara Dwarawati.
Arya Sengkuni mempunyai pusaka berwujud Cis (Tombak pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah.
Maestro manuver Kurawa atas Pandawa adalah Sengkuni. Permainan dadu atau di dalam pewayangan sering disebut Lakon Pandhawa Dhadhu yang kemudian kelak membawa kedua kelompok sepupu ini kepada sebuah peperangan terbesar di jagad ini, adalah Sengkuni agar semua yang dimiliki Pandawa berpindah tangan. Konon dadu Sengkuni terbuat dari tulang-tulang manusia.
Dalam perang Baratayuda, Arya Sengkuni diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa setelah gugurnya Prabu Salya raja negara Mandaraka. Ia mati dengan sangat menyedihkan di tangan Bima. Tubuhnya dikuliti dan kulitnya diberikan kepada Dewi Kunti untuk melunasi sumpahnya. Karena ketika prastawa pahargyan Krukmandala, Sengkuni berani melanggar tata susila terhadap Dewi Kunti. kain penutup dada Dewi Kunti terbuka ketika berusaha melepaskan diri dari cengkraman Sengkuni. Dewi Kunti lalu bersumpah tidak akan menutupi dadanya kalau belum disyarati kemben dari kulit badan Sengkuni. Mayat Arya Sengkuni kemudian dihancurkan dengan gada Rujakpala.
http://masandhy.blogspot.com/2009/01/patih-sengkuni.html
Ki Hadi Sugito : Sengkuni Tundung
Posted on 20/01/2010 by Prabu| 5 Comments
5 Votes
Berikut saya kutipkan sosok Sengkuni dari WIKI
Asal-Usul Versi Pewayangan
Dalam pewayangan, terutama di Jawa, Sangkuni bukan kakak dari Gandari, melainkan adiknya. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka. Sangkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Arya Suman.
Pada mulanya raja Kerajaan Plasajenar bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan Suman, berangkat menuju Kerajaan Mandura untuk mengikuti sayembara memperebutkan Kunti, putri negeri tersebut.
Di tengah jalan, rombongan Gandara berpapasan dengan Pandu yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Kerajaan Hastina setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina.
Sesampainya di Hastina, Gandari diminta oleh kakak Pandu yang bernama Dretarastra untuk dijadikan istri. Gandari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para Korawa, anak-anak Dretarastra, melawan para Pandawa, anak-anak Pandu.
Asal-Usul Nama Sangkuni
Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sangkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Gandamana.
Gandamana adalah pangeran dari Kerajaan Pancala yang memilih mengabdi sebagai patih di Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Pandu. Suman yang sangat berambisi merebut jabatan patih menggunakan cara-cara licik untuk menyingkirkan Gandamana.
Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba antara Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Tremboko. Maka terciptalah ketegangan di antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya.
Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu yang saat itu sedang labil segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Tiba-tiba Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek.
Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sangkuni, berasal dari kata saka dan uni, yang bermakna “dari ucapan”. Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.
Peristiwa Minyak Tala
Versi pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada Dretarastra supaya kelak diserahkan kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya.
Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para Korawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.
Namun, Sangkuni dengan licik lebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian Minyak Tala pun tumpah. Sangkuni segera membuka semua pakaian dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa Minyak Tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama Drona yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut.
Sangkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.
Usaha-Usaha untuk Menyingkirkan Pandawa
Baik dalam versi Mahabharata maupun versi pewayanagan, Sangkuni merupakan penasihat utama Duryodana, pemimpin para Korawa. Berbagai jenis tipu muslihat dan kelicikan ia jalankan demi untuk menyingkirkan para Pandawa.
Dalam Mahabharata bagian pertama atau Adiparwa, Sangkuni menciptakan kebakaran di Gedung Jatugreha, tempat para Pandawa bermalam di dekat Hutan Waranawata. Namun para Pandawa dan ibu mereka, yaitu Kunti berhasil meloloskan diri dari kematian. Dalam pewayangan, peristiwa ini terkenal dengan nama Balai Sigala-Gala.
Usaha Sangkuni yang paling sukses adalah merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui permainan dadu melawan pihak Korawa. Kisah ini terdapat dalam Mahabharata bagian kedua, atau Sabhaparwa.
Peristiwa tersebut disebabkan oleh rasa iri hati Duryodana atas keberhasilan para Pandawa membangun Indraprastha yang jauh lebih indah daripada Hastinapura. Atas saran Sangkuni, ia pun mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Dalam permainan itu Sangkuni bertindak sebagai pelempar dadu Korawa. Dengan menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi sedikit harta benda, istana Indraprastha, bahkan kemerdekaan para Pandawa dan istri mereka, Dropadi jatuh ke tangan Duryodana.
Mendengar Dropadi dipermalukan di depan umum, Gandari ibu para Korawa muncul membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali. Karena kecewa, Duryodana mendesak ayahnya, Dretarastra, supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Dretarastra yang lemah tidak kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu.
Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah di tangan Sangkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.
Kematian di Kurukshetra
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan Korawa. Namun pihak Korawa menolak mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya.
Pertempuran besar di Kurukshetra antara pihak Pandawa melawan Korawa dengan sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang yang juga terkenal dengan sebutan Baratayuda ini berlangsung selama 18 hari, di mana Sangkuni tewas pada hari terakhir.
Menurut versi Mahabharata bagian kedelapan atau Salyaparwa, Sangkuni tewas di tangan Sahadewa, yaitu Pandawa nomor lima. Pertempuran habis-habisan antara keduanya terjadi pada hari ke-18. Sangkuni mengerahkan ilmu sihirnya sehingga tercipta banjir besar yang menyapu daratan Kurukshetra, tempat perang berlangsung.
Dengan penuh perjuangan, Sahadewa akhirnya berhasil memenggal kepala Sangkuni. Riwayat tokoh licik itu pun berakhir.
Kisah versi asli di atas sedikit berbeda dengan Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada zaman Kerajaan Kadiri tahun 1157. Menurut naskah berbahasa Jawa Kuna ini, Sangkuni bukan mati di tangan Sahadewa, melainkan di tangan Bimasena, Pandawa nomor dua. Sangkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Tidak hanya itu, Bima kemudian memotong-motong tubuh Sangkuni menjadi beberapa bagian.
Kisah tersebut dikembangkan lagi dalam pewayangan Jawa. Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh Minyak Tala bahkan sempat membuat Bima merasa putus asa.
Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena Minyak Tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima.
Ilmu kebal Sangkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.
Pada sore harinya Bima berhasil mengalahkan Duryudana, raja para Korawa. Dalam keadaan sekarat, Duryudana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryudana. Duryudana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati.
Akibat gigitan itu, Sangkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryudana. Ini membuktikan bahwa pasangan sejati Duryudana sesungguhnya bukan istrinya, melainkan pamannya yaitu Sangkuni yang senantiasa berjuang dengan berbagai cara untuk membahagiakan para Korawa.
Niat licik Duryodana dan Sangkuni
Semenjak pulang dari Indraprastha, Duryodana sering termenung memikirkan usaha untuk mendapatkan kemegahan dan kemewahan yang ada di Indraprastha. Ia ingin sekali mendapatkan harta dan istana milik Pandawa. Namun ia bingung bagaimana cara mendapatkannya. Terlintas dalam benak Duryodana untuk menggempur Pandawa, namun dicegah oleh Sangkuni.
Sangkuni berkata, "Aku tahu Yudistira suka bermain dadu, namun ia tidak tahu cara bermain dadu dengan akal-akalan. Sementara aku adalah rajanya main dadu dengan akal-akalan. Untuk itu, undanglah dia, ajaklah main dadu. Nantinya, akulah yang bermain dadu atas nama anda. Dengan kelicikanku, tentu dia akan kalah bermain dadu denganku. Dengan demikian, anda akan dapat memiliki apa yang anda impikan".
Duryodana tersenyum lega mendengar saran pamannya. Bersama Sangkuni, mereka mengajukan niat tersebut kepada Dretarastra untuk mengundang Pandawa main dadu. Duryodana juga menceritakan sikapnya yang iri dengan kemewahan Pandawa. Dretarastra ingin mempertimbangkan niat puteranya tersebut kepada Widura, namun karena mendapat hasutan dari Duryodana dan Sangkuni, maka Dretarastra menyetujuinya tanpa pertimbangan Widura.
Pandawa dan Korawa main dadu
Dropadi dihina di muka umum saat Pandawa kalah main dadu dengan Korawa.Dretarastra menyiapkan arena judi di Hastinapura, dan setelah selesai ia mengutus Widura untuk mengundang Pandawa bermain dadu di Hastinapura. Yudistira sebagai kakak para Pandawa, menyanggupi undangan tersebut. dengan disertai para saudaranya beserta istri dan pengawal, Yudistira berangkat menuju Hastinapura. Sesampainya di Hastinapura, rombongan mereka disambut dengan ramah oleh Duryodana. Mereka beristirahat di sana selama satu hari, kemudian menuju ke arena perjudian.
Yudistira berkata, "Kakanda Prabu, berjudi sebetulanya tidak baik. Bahkan menurut para orang bijak, berjudi sebaiknya dihindari karena sering terjadi tipu-menipu sesama lawan". Setelah mendengar perkataan Yudistira, Sangkuni menjawab, "Maaf paduka Prabu. Saya kira jika anda berjudi dengan Duryodana tidak ada jeleknya, sebab kalian masih bersaudara. Apabila paduka yang menang, maka kekayaan Duryodana tidaklah hilang sia-sia. Begitu pula jika Duryodana menang, maka kekayaan paduka tidaklah hilang sia-sia karena masih berada di tangan saudara. Untuk itu, apa jeleknya jika rencana ini kita jalankan?"
Yudistira yang senang main dadu akhirnya terkena rayuan Sangkuni. Maka permainan dadu pun dimulai. Yudistira heran kepada Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni, sebab dalam berjudi tidak lazim kalau diwakilkan. Sangkuni yang berlidah tajam, sekali lagi merayu Yudistira. Yudistira pun termakan rayuan Sangkuni.
Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, namun ia kalah. Kemudian ia mempertaruhkan harta lagi, namun sekali lagi gagal. Begitu seterusnya sampai hartanya habis dipakai sebagai taruhan. Setelah hartanya habis dipakai taruhan, Yudistira mempertaruhkan prajuritnya, namun lagi-lagi ia gagal. Kemudian ia mempertaruhkan kerajaannya, namun ia kalah lagi sehingga kerajaannya lenyap ditelan dadu. Setelah tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, Yudistira mempertaruhkan adik-adiknya. Sangkuni kaget, namun ia juga sebenarnya senang. Berturut-turut Sahadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima dipertaruhkan, namun mereka semua akhirnya menjadi milik Duryodana karena Yudistira kalah main dadu.
Dropadi dihina di muka umum
Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri KresnaHarta, istana, kerajaan, prajurit, dan saudara Yudistira akhirnya menjadi milik Duryodana. Yudistira yang tidak memiliki apa-apa lagi, nekat mempertaruhkan dirinya sendiri. Sekali lagi ia kalah sehingga dirinya harus menjadi milik Duryodana. Sangkuni yang berlidah tajam membujuk Yudistira untuk mempertaruhkan Dropadi. Karena termakan rayuan Sangkuni, Yudistira mempertaruhkan istrinya, yaitu Dewi Dropadi. Banyak yang tidak setuju dengan tindakan Yudistira, namun mereka semua membisu karena hak ada pada Yudistira.
Duryodana mengutus Widura untuk menjemput Dropadi, namun Widura menolak tindakan Duryodana yang licik tersebut. karena Widura menolak, Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi. Namun setelah para pengawalnya tiba di tempat peristirahatan Dropadi, Dropadi menolak untuk datang ke arena judi. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dropadi menangis dan menjerit-jerit karena rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul.
Dengan menangis terisak-isak, Dropadi berkata, "Sungguh saya tidak mengira kalau di Hastina kini telah kehilangan banyak orang bijak. Buktinya, di antara sekian banyak orang, tidak ada seorang pun yang melarang tindakan Dursasana yang asusila tersebut, ataukah, memang semua orang di Hastina kini telah seperti Dursasana?", ujar Dropadi kepada semua orang yang hadir di balairung. Para orangtua yang mendengar perkataan Dropadi tersebut tersayat hatinya, karena tersinggung dan malu.
Wikarna, salah satu Korawa yang masih memiliki belas kasihan kepada Dropadi, berkata, "Tuan-Tuan sekalian yang saya hormati! Karena di antara Tuan-Tuan tidak ada yang menanggapi peristiwa ini, maka perkenankanlah saya mengutarakan isi hati saya. Pertama, saya tahu bahwa Prabu Yudistira kalah bermain dadu karena terkena tipu muslihat paman Sangkuni! Kedua, karena Prabu Yudistira kalah memperteruhkan Dewi Dropadi, maka ia telah kehilangan kebebasannya. Maka dari itu, taruhan Sang Prabu yang berupa Dewi Dropadi tidak sah!"
Para hadirin yang mendengar perkataan Wikarna merasa lega hatinya. Namun, Karna tidak setuju dengan Wikarna. Karna berkata, "Hei Wikarna! Sungguh keterlaluan kau ini. Di ruangan ini banyak orang-orang yang lebih tua daripada kau! Baliau semuanya tentu tidak lebih bodoh daripada kau! Jika memang tidak sah, tentu mereka melarang. Mengapa kau berani memberi pelajaran kepada beliau semua? Lagipula, mungkin memang nasib Dropadi seperti ini karena kutukan Dewa. cobalah bayangkan, pernahkah kau melihat wanita bersuami sampai lima orang?"
Mendengar perkataan Karna, Wikarna diam dan membisu. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya beserta istrinya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun hanya Dropadi yang menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi. Dropadi berdo'a kepada para Dewa agar dirinya diselamatkan. Sri Kresna mendengar do'a Dropadi. Secepatnya ia menolong Dropadi secara gaib. Sri Kresna mengulur kain yang dikenakan Dropadi, sementara Dursasana yang tidak mengetahuinya menarik kain yang dikenakan Dropadi. Hal tersebut menyebabkan usaha Dursasana menelanjangi Dropadi tidak berhasil. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.
Pandawa dibuang ke tengah hutan
Melihat perbuatan Dursasana yang asusila, Bima bersumpah kelak dalam Bharatayuddha ia akan merobek dada Dursasana dan meminum darahnya. Setelah bersumpah, terdengarlah lolongan anjing dan serigala, tanda bahwa malapetaka akan terjadi. Dretarastra mengetahui firasat buruk yang akan menimpa keturunannya, maka ia segera mengambil kebijaksanaan. Ia memanggil Pandawa beserta Dropadi.
Dretarastra berkata, "O Yudistira, engkau tidak bersalah. Karena itu, segala sesuatu yang menjadi milikmu, kini kukembalikan lagi kepadamu. Ma’afkanlah saudara-saudaramu yang telah berkelakuan gegabah. Sekarang, pulanglah ke Indraprastha".
Setelah mendapat pengampunan dari Dretarastra, Pandawa beserta istrinya mohon diri. Duryodana kecewa, ia menyalahkan perbuatan ayahnya yang mengembalikan harta Yudistira. Dengan berbagai dalih, Duryodana menghasut ayahnya. Karena Dretarastra berhati lemah, maka dengan mudah sekali ia dihasut, maka sekali lagi ia mengizinkan rencana jahat anaknya. Duryodana menyuruh utusan agar memanggil kembali Pandawa ke istana untuk bermain dadu. Kali ini, taruhannya adalah siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, dan setelah masa pengasingan berakhir (yaitu pada tahun ke-13), yang kalah harus menyamar selama 1 tahun. Pada tahun yang ke-14, barulah boleh kembali ke istana.
Sebagai kaum ksatria, Pandawa tidak menolak undangan Duryodana untuk yang kedua kalinya tersebut. Sekali lagi, Pandawa kalah. Sesuai dengan perjanjian yang sah, maka Pandawa beserta istrinya mengasingkan diri ke hutan, hidup dalam masa pembuangan selama 12 tahun. Setelah itu menyamar selama satu tahun. Setelah masa penyamaran, maka para Pandawa kembali lagi ke istana untuk memperoleh kerajaannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA
kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...
-
Haryo Sengkuni adalah tokoh sentral dalam alur cerita pewayangan. Tanpa kehadiran sang patih ini cerita wayang menjadi hambar. Tiada intr...
-
Data buku: Seks dan Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah Shereen El Faki Penerjemah: Adi Toha Alvabet, Jakart...
-
Vonis 2 tahun penjara bagi Ahok sungguh tak terduga, bukan karena tuntutan tak memenuhi persyaratan, bukan tak ada fakta sidang yang membe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar