Sutomo Paguci.
Koalisi Poros Tengah Jilid II digagas oleh tokoh politik lintas  partai seperti Amien Rais, Priyo Budi Santoso Cs. Tujuan terpentingnya  adalah untuk memajukan capres dari kalangan muslim. Belum apa-apa  manuver politik Amien Cs ini sudah menuai kritik yang cukup kuat  argumennya. Penulis pun mencermatinya dalam beberapa hal.
Pertama, tentu saja ide ini kepagian. Bukankah saat gagasan ini  dimunculkan belum jelas mana poros kanan dan kiri. Logika sederhana,  jika ada poros tengah maka tentunya ada poros kiri dan kanan, siapa  mereka? Kelompok mana yang berhadapan vis-a-vis satu sama lain sehingga perlu poros di tengahnya. Belum jelas. Pileg saja belum.
Dugaan sementara Koalisi Poros Tengah Jilid II dimaksudkan untuk berada  ditengah-tengah pertarungan sesama kalangan nasionalis, yakni antara PDI  Perjuangan dan (mungkin) Partai Demokrat atau Golkar. Setidaknya untuk  jaga-jaga andai terjadi pertarungan vis-a-vis diantara mereka, sehingga perlu poros ketiga (islam) yang berada di tengah untuk merebut kekuasaan.
Harusnya, jika benar demikian, Koalisi Poros Tengah Jilid II digagas  ketika realitas politik sudah memperlihatkan ada dua kubu yang bertarung  satu sama lain, sehingga diperlukan poros di tengahnya untuk  kemungkinan merebut kekuasaan.
Kedua, tujuan ideologis Koalisi Poros Tengah Jilid II tidak  lagi relevan dengan realitas perpolitikan Indonesia saat ini, kalau  tidak disebut kontraproduktif karena berbau sektarian.
Saat ini perpolitikan tanah air tidak kental lagi pertarungan ideologi  politik, karena masing-masing partai sudah cair, baik kalangan naionalis  maupun agama. Biasa terjadi partai nasionalis berkoalisi dengan partai  agama baik di pusat maupun di daerah. Seperti Partai Demokrat yang  berkoalisi dengan PKS, PKB dan PAN di level pusat. Hal yang sama terjadi  dalam pemilukada.
Ketiga, Koalisi Poros Tengah Jilid II mengasumsikan harus  berhasil merebut kekuasaan. Namanya juga poros tengah. Akan aneh jika  setelah kontestasi pemilu berlangsung ternyata kalah lalu merapat ke  salah satu poros yang memenangkan pertarungan. Bukan lagi poros tengah  namanya.
Karena itu, Koalisi Poros Tengah Jilid II rawan gigit jari dalam  pertarungan perebutan kekuasaan yang makin pragmatis dan non-ideologis  menuju 2014. Maka tak mengherankan manakala PKB nyatakan tak tertarik  ikut dalam barisan Koalisi Poros Tengah Jilid II, sebagaimana diutarakan  Wasekjen PKB Abdul Malik Haramin (Kompas, 20/9/2013).
Saat ini partai menengah atas yang benar-benar ideologis di Indonesia  hanyalah PDI Perjuangan. Kebetulan hanya PDI Perjuangan partai yang  relatif besar dan bersedia jadi oposisi ketika kalah dalam kontestasi  pemilu. Yang lain, termasuk PKS, tidak seideologis PDI Perjuangan.  Buktinya terlihat manakala PKS bersedia berkoalisi dengan partai  berhaluan non-agama/nasionalis (Demokrat) yang menang pemilu.
Partai-partai selebihnya fokus meraih kekuasaan, tak penting lagi  persoalan ideologi. Karenanya, tak relevan lagi poros-porosan. Yang  penting meraih kekuasaan. Saat ini mungkin menyatakan sebagai lawan  politik namun bisa saja berbalik jadi kawan (berkoalisi) ketika positif  kalah dalam pemilu. Yang penting dapat bagian kue kekuasaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA
kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...
- 
Haryo Sengkuni adalah tokoh sentral dalam alur cerita pewayangan. Tanpa kehadiran sang patih ini cerita wayang menjadi hambar. Tiada intr...
 - 
LAMPUNG TERBAGI DELAPAN DAPIL Dapil Lampung (Final). 1. Dapil I Kota Bandar Lampung 2. Dapil II Kabupaten Lampung Selatan 3. Dapil II...
 - 
Wajar bila Kementerian Agama merasa terusik dengan surat edaran Kemendagri yang melarang penggunaan APBD bagi madrasah madrasah, dengan alas...
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar