Data buku: Seks dan Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah Shereen El Faki Penerjemah: Adi Toha Alvabet, Jakarta, 2013 444 hlm. |
REVOLUSI sering berjalan tergesa mengubah segala hal. Revolusi di Mesir (2011) membuat jutaan orang di dunia terpana, melihat politik runtuh untuk disusun ulang dengan rumus dan pelaku berbeda. Revolusi itu memang berembus, menggerakkan perubahan dalam sendi-sendi kehidupan. Revolusi tak cuma politik. Demonstrasi, letusan senjata, teriak, air mata dalam arus revolusi memang kelaziman. Di lakon revolusi, seks turut mengalami gejolak, mengubah wajah Mesir dan dan negeri-negeri di Arab.
Sheeran El Feki, yang mengajukan buku Seks dan Hijab, mengajak pembaca melihat dunia Arab melalui perubahan-perubahan pandangan dan tindakan merujuk ke seks, asmara, pernikahan, agama, identitas, politik. Peristiwa akbar di Lapangan Tahrir (Mesir) menjadi perhatian dunia. Ratusan ribu orang, selama sekian hari, berkumpul untuk melantunkan suara-suara kebebasan, keadilan, demokrasi. Lapangan itu mirip papan iklan untuk pelbagai misi. Apakah seks turut disuarakan di Lapangan Tahrir, ada bersama revolusi?
Kita bakal menemukan persoalan-persosalan seks dengan pelbagai argumentasi di buku Shereen. Pembacaan buku-buku dan pengakuan orang-orang di dunia Arab menjadi kumpulan informasi mengejutkan. Petuah-petuah ulama mengajak umat untuk melindungi diri dari ajaran seks Barat. Shereen mengutip pandangan Sayyid Qutb sebagai representasi pandangan konservatif tentang seks. Qutb menganggap Barat adalah “jamban kekacauan seksual” dan “kebusukan moral”. Pandangan ini mulai mendapat tantangan dari generasi mutakhir, berbarengan dengan revolusi politik dan dominasi teknologi internet. Seks perlahan menjadi tema cair, mengubah selera dan pemaknaan. Seks telah meresap ke dunia Arab dengan aroma Barat, bercampur adat dan agama.
Di Mesir, seks adalah persoalan pelik, mulai urusan pernikahan sampai perzinaan. Selama gerakan revolusi di Lapangan Tahrir, ada poster ganjil berisi seruan kaum muda: ‘Aku ingin menikah!’. Seruan ini disuarakan kaum revolusioner. Mengapa? Pernikahan di Mesir selalu memunculkan gelisah dan kehormatan, merujuk ke pelaksanaan ajaran agama, adat, anutan modernitas. Keputusan menikah mesti dibarengi dengan pelbagai modal, dari iman sampai uang. Pernikahan memang menjalankan ajaran agama Islam, tetapi mengikutkan beban berat. Beban itu bernalar konsumerisme. Hasrat menikah memerlukan uang, berdalih demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan berlatar adat. Kaum revolsuioner pun berseru agar ada revolusi seks dan pernikahan.
Urusan seks di dunia Arab dijalankan institusi keluarga, negara, perusahaan, media massa. Bisnis seks dan pernikahan mulai menjalar di dunia Arab. Shereen El Faki melaporkan ada bisnis perjodohan, pelacuran, pernikahan kontrak, konsultasi seks, program seks di televisi, perbukuan seks, situs seks. Semua memberi aroma dalam lakon seks dan pernikahan.
Selebrasi seks juga bermunculan di penerbitan buku-buku fiksi. Para pembaca novel di dunia Arab menemukan sensasi dan imajinasi saat menikmati bacaan-bacaan bercorak seks. Sensor dan kecaman memang ada, tapi publik memiliki siasat agar bisa menikmati seks dalam kata-kata.
Seks di dunia Arab abad XXI berbeda dengan lakon-lakon masa silam. Seks adalah basis pengisahan keluarga, kota, negara. Shereen dalam penelitian ke pelbagai negeri di Arab menemukan ada pola-pola perubahan untuk memahami seks, berbarengan dengan perubahan situasi ekonomi-politik lokal dan internasional. Seks adalah tema besar dan pelik.
Buku Seks dan Hijab sudah mengajukan pelbagai kisah dan penjelasan meski tak pernah tuntas. Lakon seks terus bergerak dan berubah. Shereen El Faki mengakui buku Seks dan Hijab bukan bahasan terakhir mengenai seks di dunia Arab. Buku ini menjadi langkah awal pada sebuah titik balik dalam sejarah dunia Arab. Kisah-kisah revolusi masih berlangsung di dunia Arab. Kita pun menginsafi dunia Arab mutakhir tak cuma revolusi politik. Lakon revolusi seks juga terjadi, mulai dari ranjang sampai peristiwa-peristiwa di ruang publik. Begitu.
Bandung Mawardi, Pengelola Jagat Abjad Solo
Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 Desember 2013
Sheeran El Feki, yang mengajukan buku Seks dan Hijab, mengajak pembaca melihat dunia Arab melalui perubahan-perubahan pandangan dan tindakan merujuk ke seks, asmara, pernikahan, agama, identitas, politik. Peristiwa akbar di Lapangan Tahrir (Mesir) menjadi perhatian dunia. Ratusan ribu orang, selama sekian hari, berkumpul untuk melantunkan suara-suara kebebasan, keadilan, demokrasi. Lapangan itu mirip papan iklan untuk pelbagai misi. Apakah seks turut disuarakan di Lapangan Tahrir, ada bersama revolusi?
Kita bakal menemukan persoalan-persosalan seks dengan pelbagai argumentasi di buku Shereen. Pembacaan buku-buku dan pengakuan orang-orang di dunia Arab menjadi kumpulan informasi mengejutkan. Petuah-petuah ulama mengajak umat untuk melindungi diri dari ajaran seks Barat. Shereen mengutip pandangan Sayyid Qutb sebagai representasi pandangan konservatif tentang seks. Qutb menganggap Barat adalah “jamban kekacauan seksual” dan “kebusukan moral”. Pandangan ini mulai mendapat tantangan dari generasi mutakhir, berbarengan dengan revolusi politik dan dominasi teknologi internet. Seks perlahan menjadi tema cair, mengubah selera dan pemaknaan. Seks telah meresap ke dunia Arab dengan aroma Barat, bercampur adat dan agama.
Di Mesir, seks adalah persoalan pelik, mulai urusan pernikahan sampai perzinaan. Selama gerakan revolusi di Lapangan Tahrir, ada poster ganjil berisi seruan kaum muda: ‘Aku ingin menikah!’. Seruan ini disuarakan kaum revolusioner. Mengapa? Pernikahan di Mesir selalu memunculkan gelisah dan kehormatan, merujuk ke pelaksanaan ajaran agama, adat, anutan modernitas. Keputusan menikah mesti dibarengi dengan pelbagai modal, dari iman sampai uang. Pernikahan memang menjalankan ajaran agama Islam, tetapi mengikutkan beban berat. Beban itu bernalar konsumerisme. Hasrat menikah memerlukan uang, berdalih demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan berlatar adat. Kaum revolsuioner pun berseru agar ada revolusi seks dan pernikahan.
Urusan seks di dunia Arab dijalankan institusi keluarga, negara, perusahaan, media massa. Bisnis seks dan pernikahan mulai menjalar di dunia Arab. Shereen El Faki melaporkan ada bisnis perjodohan, pelacuran, pernikahan kontrak, konsultasi seks, program seks di televisi, perbukuan seks, situs seks. Semua memberi aroma dalam lakon seks dan pernikahan.
Selebrasi seks juga bermunculan di penerbitan buku-buku fiksi. Para pembaca novel di dunia Arab menemukan sensasi dan imajinasi saat menikmati bacaan-bacaan bercorak seks. Sensor dan kecaman memang ada, tapi publik memiliki siasat agar bisa menikmati seks dalam kata-kata.
Seks di dunia Arab abad XXI berbeda dengan lakon-lakon masa silam. Seks adalah basis pengisahan keluarga, kota, negara. Shereen dalam penelitian ke pelbagai negeri di Arab menemukan ada pola-pola perubahan untuk memahami seks, berbarengan dengan perubahan situasi ekonomi-politik lokal dan internasional. Seks adalah tema besar dan pelik.
Buku Seks dan Hijab sudah mengajukan pelbagai kisah dan penjelasan meski tak pernah tuntas. Lakon seks terus bergerak dan berubah. Shereen El Faki mengakui buku Seks dan Hijab bukan bahasan terakhir mengenai seks di dunia Arab. Buku ini menjadi langkah awal pada sebuah titik balik dalam sejarah dunia Arab. Kisah-kisah revolusi masih berlangsung di dunia Arab. Kita pun menginsafi dunia Arab mutakhir tak cuma revolusi politik. Lakon revolusi seks juga terjadi, mulai dari ranjang sampai peristiwa-peristiwa di ruang publik. Begitu.
Bandung Mawardi, Pengelola Jagat Abjad Solo
Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar