Rabu, 04 Desember 2013
Ada Upaya menhidupkan Kembali Suhartoisme.
Barangkali penyebutan istilah Suhartoisme tidaklah tepat benar, tetapi itulah yang saya lihat menggejala akhir kahir ini, bukan saja sehubungan telah dibukanya Museum Suharto di Yogyakarta, tetapi setidak tidaknya kader Partai Gerindera secara lantang mengatakan bahwa mereka akan menghidupkan kembali cara cara seperti yang dilakukan oleh Suharto dahulu. Hal ini menjadi pilihan karena hasil poling oleh sebuah lembaga yang hingga kini tak dipublikasikan menyimpulkan hasil surveynya yang mengatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia justeru merindukan suasana seperti tekala Suharto menjadi Presiden masa Orde Baru dahulu.
Dukungan partai ini akan gaya kepemimpinan Suharto tentu saja mengarah kepada Suhartoisme dan apalagi bila Gerindra mencapai prolehan suara yang signifikan dan terlebih lagi manakala Prabowo yang akan diusung oleh Gerindra berhasil menduduki RI 1. Maka Suhartoisme ini kemungkinan muncul adalah suatu yang tidak mustahil.
Adalah hak Gerindra untuk menhidupkan Suhartoisme, apalagi Suharto yang telah berkuasa selama 30 tahun lebih itu, tentu banyak yang telah diperbuatnya. Diantara sekian banyak Presiden di Indonesia, maka Suhartolah yang terlama dan terbanyak pula membuat kenangan dalam kepemimpinanya.
Fadli Jon tokoh gerindra yang memposisikan diri sebagai corong kampanye Suhartoisme ini mengaku demikian kagumnya dengan Suharto sejak muda dahulu. menurutnya dari Suharto sangat banyak hal hal yang sangat pantas diteladani. Nampaknya kehadiran gaya kepemimpinan Suharto adalah sebuah kekayaan yang tak boleh hilang, bahkan sebaliknya sangat perlu untuk tetap dihidupkan, agar masyarakat dapat tetap hidup sejahtera. Dibanding kondisi sekarang, Zamannya Suharto jauh lebih kondusif. Setidaknya itu menurut Fadli Jon.
Dibanding zamannya Soekarno maka Suharto jauh lebih banyak berbuat dan meninggalkan kenangan. Pada saat itu pidato pidato Sukarno sangat memukau, apalagi pidato itu disampaikan dihadapan masyarakat bangsa Indonesia yang masih 80% lebih adalah buta huruf. Maka pidato yang berapi api itu tentu saja disambut dengan devak kagum.
Tetapi Soekarno sendiri banyak yang masih baru dalam tataran pidato yang normatif, kondisi bangsa Indonesia yang masih mempriharinkan itu membuat Soekarno tak mungkin banyak berbuat untuk memberikan contoh bagaimana cara memperaktekkan pidato pidatonya itu ke dalam tataran praktis.
Namun demikian usaha Fadli Jon bersama Gerindra untuk mempraktekkan gaya kepemimpinan Suharto bukan hal yang mudah, karena kelompok anti Suharto hingga saat ini masih kokoh. Dan masih kuat diingatan kita bersama akan banyaknya dosa dosa yang telah dioperbuatnya bagi bangsa ini. Tetapi kita juga tidak tahu, apakah ini sekedar trik politik Gerindra untuk mengambil simpati masyarakat belaka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MEMPERTAHANKAN KEDALAMAN MAKNA PANCASILA
kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...
-
Haryo Sengkuni adalah tokoh sentral dalam alur cerita pewayangan. Tanpa kehadiran sang patih ini cerita wayang menjadi hambar. Tiada intr...
-
Data buku: Seks dan Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah Shereen El Faki Penerjemah: Adi Toha Alvabet, Jakart...
-
kETIDAKSUKAANMegawati pada saat Menjadi Presiden untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila setelah berhasil mengatasi pemberotakan Berda...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar