FACHRUDDIN
Tsunami Aceh telah lama berlalu dan kini nyaris kita lupakan, Padahal tsunami Aceh masih menyisakan pertanyaan besar yang tak kunjung terjawab, sejatinya peristiwa itu memiliki pelajaran yang sangatlah pentingnya, terkait ekonomi , kekuasaan dan politik. Siapa nyana peristiwa yang kita anggap peristiwa alam biasa ternyata adalah rekayasa politik, demi kekuasaan dan ekonomi. Sayangnya kita lemah sehingga tak mampu menjadikan peristiwa tsunami Aceh sebagai pelajaran dalam berpolitik baik global, nasional maupun regional dan bahkan lokal.
Bahkan kitapun ikut larut untuk mempraktekkan bahwa dalam politik dan kekuasaan bagaikan dua sisi mata uang yang menyengsarakan. Di setiap transisi kekuasaan, di negara adikuasa selalu ditopang oleh ekonomi dan militer, keduanya memiliki peran sentral dalam pergantian kekuasaan, dan inves untuk itu akan digantikan dengan cara menindas manusia umumnya yang tersebar dalam kemiskinan dan ketertinggalan. Penindasan penindasan itu dilakukan dalam praktek riba yang mahadahsyat. Banyak negara berkembang yang tak kuasa mengantisipasinya, dan mempertuturutkan hawa nafsu dan keserakahan mereka menjadi pilihan yang sangat menyakitkan.. Sepertinya Pemilu 2014 yang akan datang tidak akan hening dari praktik riba dalam berpolitik, yang tidak lain adalah untuk kepentingan ekonomi dan kekuasaan.
Lebih menyedihkan lagi bahwa bangsa Indonesia yang sudah setengah abbad lebih merdeka ini belum memiliki kemampuan untuk ikut serta mempraktekkan politik riba seperti yang banyak dipraktekkan secara global. Bergidik bulu kuduk kida manakala membaca ulang demikian menggebu gebunya pakar nuklir idependen Australia Joe Vialls, yang mengatakan bahwatsunami aceh bukanlah peristiwa alam seperti yang banyak dikira orang, melainkan tsunami buatan yang menggunakan termonuklir yang sengaja diledakkan di baah laut, para ahli itu menemukan adanya indikator yang kuat akan kehadiran dua kapal perang Amerika dan satu diantaranya dikenal sebagai USS Abraham Lincoln, dan kapal perang Amerika inilah yang berada di balik peristiwa tsunami Aveh yang sangat memilukan itu.
Memang pemerintah Amerika sebelumnya telah mengeluarkan larangan warganya untuk berkunjung ke Indonesia, tetapi dalam waktu yang bersamaan ada akapal induk Amerika yang lalu lalang di perairan Indonesia, dan keberadaannya itu adalah atas seijin Jakarta tentunya. Benar saja begitu kejadian tsunami itu usai ada 15.600 personil tentara Amerika terjun ke daerah tsunami Aceh, sementara Kopassus dan Pasukan reaksi Cepat (PRC) kita tak kunjung tiba. Menakjubkan ketika India, Srilanka dan Thailand yang juga terkena dampak tsunami itu dengan tegas menolak kehadiran tentara asing di wilayahnya, apapun alasannya, tetapi tidak demikian dengan Indonesia.
berkali kali televisi Al-jazera memberitakan pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tsunami Aceh adalah tsunami buatan, dengan menggunakan bagaimana mungkin gempa yang hanya berkekuatan 5,4 skala richter didekat pulau Nias dapat menimbulkan tsunami yang demikian dahsyat di Aceh, sungguh sungguh tidak masuk akal. Tetapi itulah kepentingan politik dan ekonomi untuk menunjang sebuah kekuasaan yang tak segan segannya menelan siapa saja yang lengah didunia ini.
Pemilu dan Pilpres Indonesia tahun 2014 yang akan datang sejatinya tidak akan sunyi dari kepentingan negara adidaya. Mereka tidak akan segan segan mengeluarkan dana sebesar apapun asalak berpeluang ikut mengatur untuk memenangkan kelompok tertentu dan menghancurkan kelompok yang lain dalam suatu pemillihan dan transisi kekuasaan seperti yang sedang dihadapi Indoneis sekarang ini. Politik jor-joran bukan tidak mungkin juga dimainkan oleh tangan tangan kotor untuk kepentingan diri dan kelompoknya serta kepentingan asing lainny.
Kita sangat menyesalkan intelijen kita yang terkesdan melemah ini, seperti ulah siapa sebenarnya di balik tsunami Aceh tak jua kita mampu melangkah. Tetapi kita disibukkan untuk menetapkan berbagau Undang Undang yang reoresip terhadap warga sendiri. Terkadang sangat nampak sekali UU yang kita susun berlatar belakang kekhawatiran bangsa asing agar usahanya di negeri ini aman dari berbagai ancaman. Walaupun di lain pihak kita memang sangat berkepentingan agar modal asing tak hengkang dari negeri tercinta ini.
Ini tak lain dari merajalelanya korupsi di segala lini, yang membuat kita justeru semakin lemah Bagaimana mungkin kita akan memberantas korupsi manakala perniagaan, perekonomian, politik dan bahkan kenegaraan semuanya kita kelola secara riba. Akibat salah urus ini sekarang rakyat kita semakin miskin papa, dan pada saat demikian pelaksanaan politik uang akan semakin merajalela. Perpolitikan di Indinesia kini menghadapi masalah besar, rakyat sekarang semakin apatis, terbukti partisipasi di beberapa tempat dalam Pilkada semakin rendah saja. Tetapi di lain pihak mereka banyak yang justeru fragmatis, mereka siap menerima politik uang, walaupun enggan ikut memilih.
Belajar dari peristiwa tsunami Aceh bukan tidak mungkin malapetaka ini sesungguhnya memang telah direkayasa, untuk kepentingan asing, asing memang membutuhkan orang apatis dan fragmatis, bisa saja mereka membuat ulah lebih dahsyat lagi dari tsunami Aceh, dan kita hanya mampu untuk lebih represip lagi terhadap warga sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar